Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan

Perkampungan Budaya Betawi

Bulan Juni merupakan bulan ulang tahun Jakarta. Biasanya banyak acara yang diadakan untuk menyambut ulang tahun Jakarta ini. Acara tahunan yang biasanya diadakan adalah Jakarta Fair yang diselenggarakan di Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran.

Bila bosan dengan acara Jakarta Fair yang itu-itu saja, ada sebuah tempat wisata alternatif untuk melihat lebih dekat kebudayaan asli Betawi, yaitu Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, yang terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Situ Babakan sendiri sebenernya nama sebuah danau buatan yang luasnya mencapai 32 hektar. Namun karena letak perkampungan ini sangat dekat dengan danau ini, orang lebih mengenal perkampungan ini dengan nama Situ Babakan.

Lokasi yang diresmikan menjadi kawasan wisata cagar budaya pada bulan Desember 2001 ini menggantikan perkampungan Betawi di Condet, Jakarta Timur, yang tergerus zaman.

Di kawasan ini kita bisa melihat kehidupan masyarakat Betawi asli lengkap dengan tradisi dan keseniannya, mulai dari bentuk arsitektur rumah, makanan khas, hingga kesenian ada semua di sini.

Saya menuju ke kawasan ini dengan menggunakan bus Kopaja S.616 jurusan Blok M-Pasar Minggu-Cipedak dan turun tepat di gerbang utama yang diberi nama Gerbang Bang Pitung.

Gerbang I Bang Pitung

Dari pintu gerbang ini saya berjalan kaki melalui jalan Moh. Kahfi II yang berpaving-blok sejauh kurang lebih 300 meter untuk mencapai danau, kemudian dilanjutkan dengan berjalan lagi sejauh 300 meter dari danau untuk mencapai Perkampungan Budaya Betawi.

Rumah-rumah di sekitar tempat ini sebagian besar berarsitektur Betawi. Memang ada aturan kepada warga di sini untuk membentuk rumahnya dengan arsitektur Betawi. Bahkan ketika saya mampir di masjid At-Taubah untuk melakukan sholat, saya terkagum-kagum dengan arsitektur masjid yang juga bercorak Betawi.

Mungkin karena akhir pekan, kawasan ini sangat ramai. Motor yang kebanyakan berisi pasangan muda-mudi banyak lalu lalang. Di lapangan tanah saya melihat anak-anak kecil sedang bermain sepak bola seperti melontarkan saya ke sisi lain Jakarta yang lebih membumi.

Saya pun mencapai danau. Wuih, rame banget! Para pengunjung pun terlihat asyik menikmati pemandangan danau yang bersih ini. Di tengah danau rupanya ada orang sedang bermain kano dan di pinggir-pinggir danau tampak beberapa orang sedang memancing.

Pengunjung juga bisa menyewa perahu bebek yang harus dikayuh untuk menggerakannya. Ongkosnya lima ribu rupiah per orang.

Berbagai makanan dan jajanan khas Betawi banyak dijajakan di sini. Hampir setiap 5 meter saya menemukan penjual Kerak Telor. Selain Kerak Telor, makanan lain yang bisa dijumpai adalah Soto Betawi, Bir Pletok, Roti Buaya, Dodol Betawi, dan lain sebagainya.

Penjual kerak telor

Konon Roti Buaya merupakan salah satu syarat makanan yang harus ada pada upacara penganten Betawi. Buaya sendiri merupakan hewan yang paling setia. Mungkin sikap kesetiaan inilah yang disimbolkan dalam Roti Buaya yang disuguhkan pas acara penganten. 😀

Selain makanan, saya juga menemukan penjual suvenir lucu dan unik. Kaos-kaos bergaya Betawi dan bergambar wajah legenda Betawi, alamarhum Benyamin S. juga dijual di sini. Lantunan lagu Kompor Mleduk yang dinyanyikan Bang Ben lantang terdengar dari VCD player yang diputar dari lapak penjual VCD lagu-lagu Bang Ben.

Untuk masuk kawasan ini gratis, hanya saja bagi pengguna motor akan diminta membayar biaya parkir sebesar seribu rupiah.

Sayang sekali jalanan paving blok hanya berakhir hingga ke danau. Mungkin jalan menuju ke kawasan perkampungan budaya ini masih dalam tahap pembangunan karena ketika saya ke sana, jalanan masih rusak berbatu.

Ndak berapa lama, saya pun sampai di gerbang perkampungan budaya. Sebuah tangga pendek dengan sebuah gerbang menyambut saya. Di sekitar gerbang nampak beberapa pemuda berpakaian hitam-hitam plus peci dengan berkalung kain sarung di leher ala si Pitung.

Gerbang perkampungan budaya

Ada beberapa rumah yang berada di kompleks ini. Semuanya bercorak Betawi modern, karena rumah asli Betawi semua terbuat dari kayu, sedangkan rumah Betawi modern sudah menggunakan semen.

Rumah-rumah Betawi ini sebenernya ndak jauh berbeda dengan rumah Joglo. Rumah-rumah ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu wilayah publik (beranda untuk menerima tamu), wilayah semi publik (ruang keluarga), dan wilayah privat (kamar tidur dan dapur).

Ciri masyarakat Betawi yang terbuka dan gemar bergaul dituangkan dalam bentuk beranda rumah yang dipakai untuk menerima tamu. Seperangkat meja-kursi kecil nampak tertata rapi di beranda. Di beberapa rumah nampak juga sebuah lincak lebar yang kadang juga dipakai untuk menerima tamu, umumnya tamu yang sudah dekat semacam kerabat.

Duduk di atas lincak ini mengingatkan saya adegan Bang Benyamin yang suka tiduran di atas lincak bambu di sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Lincak Betawi

Karena semua rumah yang ada di kompleks ini adalah rumah pribadi, saya ndak dapat masuk lebih ke dalam dan cuma bisa masuk sampai beranda.

Bila memperhatikan, pola-pola ornamen dan hiasan yang ada di rumah-rumah Betawi ini sangat terpengaruh dari berbagai corak, yaitu Arab, Portugis, Cina dan Belanda.

Bentuk pintu dan jendela berdaun sirip-sirip horisontal merupakan pola khas yang ada di rumah Betawi. Daun jendela yang dibuka ke samping kanan-kiri dengan teralis kayu bulat bertirai separo di bagian dalam, selalu ada di samping kanan dan kiri rumah.

Di beberapa rumah yang memiliki halaman cukup luas, berbagai pohon buah yang tumbuh di halaman juga menjadi ciri khas rumah Betawi. Pohon belimbing, nangka, rambutan, melinjo, duku, kecapi, jambu air, bisa ditemui di beberapa halaman rumah.

Nemplok di pohon belimbing

Sayang sekali, saya melihat beberapa motor nampak parkir seenaknya sehingga menggangu kerapihan yang ada.

Di kawasan ini terdapat sebuah panggung yang sering dipakai untuk pertunjukkan seni, mulai dari tari-tarian, pencak silat, Lenong, Gambang Kromong, dan Topeng Betawi, setiap hari Minggu jam 2 siang sampai jam 5 sore. Pada hari-hari tertentu, wisatawan juga bisa melihat latihan tari anak-anak dan remaja.

Karena saya datang kesorean, saya kelewatan berbagai acara seni yang menarik tersebut. 🙁

Pada bulan-bulan tertentu, terutama bulan Juli, wisatawan bisa melihat ritual budaya seperti upacara pernikahan, akekahan, sunatan, khataman Quran, dan sebagainya.

Perkampungan ini juga terbuka bagi wisatawan yang hendak menginap dan merasakan kehidupan masyarakat Betawi. Ada sekitar 67 homestay (rumah penduduk) yang siap ditinggali wisatawan. Bahkan pada bulan Ramadhan, wisatawan juga bisa merasakan suasana berpuasa hingga Lebaran di kampung ini.

Perkampungan Budaya Betawi keren!

Namun ada satu hal yang menjadi pemikiran saya. Mengingat lokasi yang cukup “terpencil” ini, apakah ini menandakan bahwa masyarakat Betawi mulai “tersingkir” dari kawasan pusat Kota Jakarta yang makin dipadati oleh pendatang, sehingga harus “dikumpulkan” di suatu kawasan? 😕

53 comments

  1. loh….emang Kampung Betawi di Setu Babakan itu miara monyet yah…Tapi lucu yah, yang ini monyetnya pake baju, bawa tas lagi.. 😀

  2. Sayang di sini hanya menonjolkan gambaran secara fisik, padahal saya juga ingin tahu bagaimana pola kehidupan warga di sana dan cara mereka bergaul, apakah persis seperti yang digambarkan dalam Si Doel Anak Betawi itu?

  3. hehe, belum pernah sampai situ-nya. tapi dulu pernah ke rumah teman keturunan betawi yang tinggal jalan kahfi itu.. 😀
    oh, kerak telorr… =p~

  4. zam,
    bisa dicari storynya nggak knapa buaya menjadi binatang setia ? la buaya darat kie ga pernah setia je. knapa roti buaya = roti setia ? knapa ga pinguin aja ? *lucu mesti*

  5. @ Tongki:

    untuk mengetahui kehidupan khas Betawi di sana, memang ndak cukup sehari. kita bisa tinggal di sana dan merasakan sendiri kehidupan sehari-harinya. lagian, pas saya ke sana udah sangat sore banget, sehingga pertunjukkannya sudah ndak ada.

    @ Udea:

    la di alam liar, buaya itu sebenernya binatang yang paling setia dengan pasangannya. sedangkan merpati yg sering dijadikan “simbol” kesetiaan itu justru sebenernya hewan yang paling tidak setia. 🙂

  6. ^^v…..
    saya dah yg ke3x nya kesana bang…
    ga bosen2 maen kesana…
    saya paling seneng ke danaunya :d
    sejuk n nyaman banget t4 nya :d
    pokonya ga bakalan nyesel klo kesana…
    dijamin t4nya cozy banget deh…

    nice post…
    salam kenal yah :d

  7. kang, kayaknya rumah pribadi semua, perkampungan betawi mirip seperti perumahan kelas menengah dengan gaya betawi.

  8. Wah kayaknya pernah ke sana deh tapi dah lama banget pas foto buku tahunan sma. Seperti biasa gayamu wokeh banget Zam 8-}

  9. mana foto Situ Babakan-nya? dipajang dunk. Bulan Juli nanti pas pemilu saya jajal kesana deh, siapa tau nemu acara Betawi, he3.

    Meningatkan saya sama Kotagede…hiks…

  10. Ehh maksudnya Kopaja 616…
    Bener juga kata Chic…bagaimana jika kopdar disana? Mencoba pecak…yang kata mas Iman uenak tenan?

  11. sudah penah kesana Zam……..tempatnya cozy kok …asal semua pada menjaga kebersihan lingkungan malah makin mantabzz..salam ya sama Zaenab…

  12. keren yah tempatnya, bersih gitu. Aku browsing-browsing belum nemu schedule acara-acaranya , acara budayanya atau panggung nya, tau ndak infonya?

    Eh tapi lucu yah namanya Gerbang Bang Pitung, padahal Rumah si Pitung adanya di Marunda hehe..

  13. ada satu lagi daerah yang masih betawi banget..kalo ndak salah namanya kampung si pitung, di daerah cilincing…
    ayo siapa yang mau ndoyok ke sana… 😀

    @udea : kenapa lambang kesetiaan pake roti buaya bukan pinguin?? karena orang betawi zaman dulu ndak kenal pinguin..hewan yang dekat dengan kehidupan mereka itu buaya 😀

  14. @Cornila: Kampung si Pitung tidak murni didiami masyarakat Betawi (*apabila kategori betawi di lihat dari runutan sejak 3 generasi berdasarkan klasifikasi Pak Umar Kayam*). Banyak diantaranya adalah saudara-saudara kita dari Bugis dan Bawean.
    Ini hanya sekedar info pembanding saja berdasarkan pengalaman pribadi (*aye anak cilincing euy, hehe*)

    Kalau soal situ babakan:

    Waktu mau dimulai berdirinya kampung ini dulu (istilah mereka lokalisasi betawi), saya sempat ikut melihat debat seru (karena ada beberapa anggota keluarga yang anehnya ikut-ikutan mengklaim diri mereka adalah ahli waris betawi, hihi).

    Diantaranya ada beberapa orang Budayawan Betawi yang menolak jika Kaum Betawi dilokalisasi dan dipajang sebagai pariwisata. Dengan alasan bahwa mereka juga manusia yang punya privasi dan bukan objek wisata turis lokal/asing.

    Yang pro bilang, “Kalau tidak begitu, orang betawi kayak dinosaurus.. .punah!”

    Yang anti menjawab, “Emangnye kite lonte, dilokalisasi!”

    Debatnya panas sekali. Tapi saya cengar-cengir mendengarnya.

    Anyway, apapun isi debatnya, proyek ini toh bisa jalan dan akhirnya disinggahi oleh seorang Sultan dari Ngayogyakarta. :d

  15. Kayaknya bagus juga tempatnya.. coba di setiap daerah ada yang kayak begitu. Tapi disesuaikan dengan adat masing-masing daerah. 😕

  16. Elo sudah jadi orang betawi?
    Opo isih dadi wong Jowo 🙂

    Aku suka gambar munyu… eh gambarmu manjat pohon 🙂

    keren!

  17. Saya gak perlu jauh-jauh nyari orang Betawi asli buat disalami Selamat Ulang Tahun Jakarta. Tuh, ada satu di sebelah saya lagi tidur pulaasssss… :p

  18. Moga-moga nantinya nggak kayak cagar budaya Condet. Memudar digusur tumpukan duit….

  19. pengen ke sana lagi ah…:-?…dulu cuma bentaran banget, ga sempet nyobain perahu bebek-bebekannya ^^v

  20. hem hem…. Tempat yang ,menarik. Kira-kira bisa disewain buat wedding ga rumahnya? Ada info no. telp atau email atau web sitenya ga?? Pliz email kalo punya info

  21. jeng jeng … salam kenal … maaf sebelumnya, aku mengcopy paste artikelmu ini beserta dengan foto foto mu … bolehkah??? (hehehe sudah sih) … tapi kalau gak boleh nanti akan langsung saya hapus … saya copy di http://www.wisataseru.com … makasih

  22. duh..enak juga tempatnya..

    adem sekali..

    tapi ada baiknya, kalau air dananunya bersih..

    hmhmhmhm

  23. ada biaya msuknya? brp y?
    klo acara setiap hr sabtu n minggu y?
    please infonya! mo ada acara kesana ma anak2 TPA.

    tku & regards

  24. hm…
    w lom prnah ksni…
    dlu prnah di ajkin ma klwrga pi mlz….
    klo w tw tmpt’a enak kya gni mah w ikt….

  25. gila,,keren abeez ya trnyata budaya gue!!
    pokonya w besok mau lngsung dtg ah k situ babakan!!
    tggu ya jam 11an w dh smpe
    situ babakan……..
    i’m coming……

  26. Gan, cuma ingin meluruskan.. Situ Babakan bukan danau buatan tetapi danau alami yang telah dibangun oleh pemda DKI. Saya sudah 32 tahun tinggal disitu babakan jadi setahu saya itu bukan danau buatan karena sejak kakek saya tinggal di tahun 1940an Situ Babakan sudah ada. sekarang ini pedagang disekitar situ babakan yg notabene warga sekitar mulai resah karena akan dibongkar alias digusur.. warga sekitar situbabakan kok malah jadi terasing di wilayahnya ya….

  27. Buat Hera.. kalo dari Bogor bisa naik KRL turun di stasiun lenteng agung trus naik Angkot Biru 83 turun di dekat tikungan Sekolah Teladan nah dari sana kelihatan deh situ babakannya. ongkos angkot 83 Rp 2000-3000. Atau naik ojek aja nego harga mungkin antara Rp 7000-10.000 nego aja..
    selamat menikmati situ babakan

Comments are closed.