Pecel Semanggi Surabaya, Makanan Tradisional Yang Hampir Punah

Pecel Semanggi

Pas mudik Lebaran ke Surabaya beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan mencicipi kembali beberapa makanan khas yang kini agak sulit ditemukan. Salah satu makanan ini adalah Pecel Semanggi.

Makanan ini konon sudah hampir punah karena sulit ditemui. Penjualnya rata-rata adalah ibu-ibu paruh baya yang berdagang keliling dengan menyunggi besek berisi bahan-bahan pecel. Kendala utama sih di faktor bahan dasarnya, yaitu daun semanggi.

Konon makanan ini juga sudah merambah restoran dan hotel-hotel, namun menurut saya, lebih mantab kalo kita mencicipinya langsung dari penjual tradisional.

Seperti namanya, pecel ini berbahan dasar daun semanggi (Marsilea crenata) yang direbus dan disajikan dengan kecambah rebus kemudian disiram bumbu yang terbuat dari ketela rambat atau ubi jalar (Ipomoea batatas) yang direbus dan dicampur gula jawa, garam, terasi, petis udang (makanya warna bumbunya berwarna hitam), sedikit kacang tanah, dan cabai.

Racikan pecel semanggi

Pecel ini disajikan tanpa nasi, hanya sayur semanggi dan kecambah disiram bumbu yang disajikan di dalam pincuk daun pisang. Untuk memakannya, kita wajib dan fardhu menggunakan kerupuk puli yang terbuat dari beras (di beberapa daerah di Jawa kerupuk ini disebut dengan kerupuk gendar) untuk memakannya.

Kerupuk puli ini berfungsi menggantikan sendok. Kalo cara saya makan, kerupuk dicuil kemudian cuilan ini digunakan untuk menyendok sayur dan dimakan bersama. Kerupuk ini sangat lebar sehingga kita harus berhati-hati membawanya supaya tidak jatuh (karena biasanya disajikan di samping pecel).

Secara penampilan, pecel semanggi memang “kurang menggiurkan”, namun secara rasa, woohh! Seddap!!

Makanan ini biasa dijual dengan berkeliling. Si penjual biasanya berteriak, “seemmmaannnggiiiiiii…”, dengan nada tertentu untuk menjajakan dagangannya.

Para penjual ini kebanyakan berasal dari daerah Benowo, Surabaya bagian barat. Kebetulan, karena pakde saya tinggal di daerah Manukan, Tandes, yang ndak jauh dari Benowo, penjual pecel ini berhasil dicegat di depan rumah ketika melintas.

Karena sulitnya bahan baku daun semanggi, penjual ini waktu berjualannya tidak menentu. Kadang seminggu sekali, kadang dua minggu sekali.

Daun semanggi yang digunakan pun bukan daun semanggi liar (yang biasa tumbuh di sungai dan sawah), tapi dibeli dari seseorang yang membudidayakan semanggi ini, begitu menurut pengakuan si penjual.

Penjual pecel semanggi

Bila diperhatikan, gaya penjual pecel semanggi ini sangat khas. Ibu-ibu ini selalu menggunakan kebaya plus kain batik, kemudian sebuah selendang dililit sedemikian rupa di atas kepala yang berfungsi sebagai alas ketika dagangan disunggi.

Formasi dagangan ketika disunggi pun sangat khas. Sebuah besek atau keranjang berisi sayur dan bumbu berada di bawah, kemudian di atasnya ditumpangkan seplastik besar kerupuk puli.

Tangan satu memgang dagangan di atas kepala, tangan yang lain menenteng keranjang yang berisi daun-daun pisang untuk pincuk dan gear lainnya. Tentu dibutuhkan keseimbangan yang luar biasa sehingga dagangan ini tidak tumpah.

Ketika ada pembeli, dengan suatu teknik yang sigap, keranjang yang menjulang tinggi di atas kepala ini bisa “mendarat” dengan sempurna. Sebaliknya, ketika selesai melayani, keranjang dagangan ini pun bisa dengan cepat berpindah ke atas kepala!

40 comments

  1. belum pernah nyicip nih saya. pecel yang baru saya cicipi paling cuma pecel madiun di kereta sama pecel2 yang dijual mbok2 di rute exit prambanan.

    btw, pedesan mana kuahnya dari pecel madiun, kang?

  2. jadi inget sama penjual gado2 deket rumah di Kaltim. Panggilannya Mbok Bariah, kalo dagang gado2 n rujak itu, bakulnya ditaroh diatas kepala, dan ukurannya itu kira2 50cm x 30cm…yaah gede lah menurutku! dan suaranya kalo lagi dagang, “Cok pencok doo gaddoooo…oo” dengan logat Madura :)) =))

  3. punah piye?? seh akeh nang suroboyo.[sak weruhku]
    kalo pagi akeh bakul semanggi ngumpul di ujung jalan Diponegoro cedak pasar kembang

  4. :clap betul yang dikatakan fahmi. Di Balai Pemuda (kantor Pemkot SBY) tiap jam makan siang juga ada (mantan pns)dan aku kalo makan semanggi mesti dua posri, satu porsi kurang e

  5. Fotomu yang paling atas kurang jelas je, tapi mbaca penjelasanmu udah bikin diriku ngiler kok. Tapi klo cuma sayur doang apa wareg ya? Semoga suatu hari nanti saya bisa berjumpa dengan pecel Semanggi di Plaza Semanggi 😀

  6. Loh itu namanya pecel ya ? aku sih nganggepnya cuma semanggi suroboyo :p

    Kalau di rumahku sih sering lewat, malah kita yang nggak sering beli :))

  7. saya ndak berani membandingkan dengan pecel blitar.
    *komen gak jelas, sing penting ngiri*

  8. Hmmm, kalau anda pernah naik loko kelas ekonomi, bakalan tumah menemukan penjual pecel yang lebih dahsyat lagi. Di dalam lorong gerbong yang ringsek, penuh dengan penumpang, tetapi sik penjual pecel bisa dengan santai melenggang dengan sebakul penuh tumpukan pecel di kepalanya. Lantas kalau melayani penumpang gerbong, si penjual pecel pun jongkok dengan santainya mendesak penumpang2 lain. Ngak kebayang kalau tumpukan itu kesenggol, atau tumpah.
    Cel pecel mas…

  9. aku durung tau mangan pecel semanggi surabaya. tapi pecel semanggi juga ada di bangsari. cen uenak dan bikin pup lancar jaya. :d/

  10. enak tuh… aku suka, dulu sering keliling di kampus… sekarang masih gak ya? ibunya persi itu yang itu… padahal kampus panas, dengan pohon dikit, kasihan dia kalo ngiterin kampus 🙁 pasti capek

  11. waahh…ada contact person pembudidaya semanggi itu gag??kalo ada…saya minta yaaa…ada tugas liputan ttg semanggii iniii….buntu gag dapet2….

  12. sekedar info.. kupang lontong mungkin udah pd tau tapi pernah belum nyobain kupang Merah kas sidoarjo? enak poooll

  13. asli aku ngidam pecel semanggi…bingung di jakarta harus nyari dmn??? ada yg tau teman???

    dear PETER :
    1. Kupang merah kas sidoarjonya ada di jakarta kah?????

    2. btw kalo km aja yg memfasilitasinya…?/:)

  14. semanggi pancen uenak poll salah satu makanan yg ga membosankan. disurabaya banyak koq di kampung2 biasanya. daerah petemon banyak

  15. sebenarnya banyak makanan khas Indonesia yang rasanya tidak kalah enak bahkan lebih enak dan sehat pula dibandingkan dengan makanan di restoran2 luar negeri atau fast food.
    tapi karena gengsi atau gimana, kita jadi lebih sering ke fastfood dan sejenisnya. makanan khas ini pun menjadi tergusur seiring dengan munculnya fastfood dan sejenisnya di berbagai daerah.
    sudah sepantasnya kita WNI asli mempertahankan khas kita, ketimbang mengisi kantong2 perusahaan asing yang membuat usaha mereka berkembang pesat di negeri kita sendiri. ayo bangkit Indonesia-ku! 😀

  16. Mengingat semanggi sangat sulit ditemui sekarang, salut bgt dengan penjual pecel semanggi ini. Selain semangginya yang jadul, penjualnyapun juga menggunakan pakaian jadul yang khas tempo doeloe.
    Sangat unik ya… tapi gimana rasanya ya??? apa juga sama dengan pecel2 pada umumnya??

Comments are closed.