Grebeg LOENPIA Sekaten

Loenpia vs CahAndong

Hari Jumat, 30 Maret 2007, Jogja kembali geger genjik udan kirik. Setelah musibah jatuhnya Garuda beberapa waktu yang lalu, Jogja kini diserang oleh para tukang Loenpia!!

Kali ini pasukan Loenpia datang tak tanggung-tanggung. Dengan mengendarai sebuah panser abu-abu, berjumlah 9 ribu trilyun pasukan, mereka meng-gruduk markas CahAndong.

Setelah mendapat informasi dari intelejen dan mata-mata, kami mendapatkan informasi mengenai target operasi, waktu, dan estimasi kekuatan yang akan dikerahkan Loenpia.

Ciloko mencit!! Pasukan CahAndong malah banyak yang lagi hiatus. Dengan segera kami menyusun startegi dan persiapan serangan balasan.

Tim-tim elit pun dipanggil. Prajurit-prajurit tangguh pun direkrut. Dari sekian banyak pasukan Andong, ternyata hanya mereka-mereka yang terpilih lah yang siap sedia membela bangsa, negara, dan tanah air.

Kali ini target operasi kita adalah Prosesi Kondur Gangsa, Grebeg Sekaten, dan Taman Sari (lagi).

SEKATEN: KONDUR GANGSA

Setelah mengetahui lokasi dan koordinat pendaratan Loenpia yaitu di Warung Mak Zam, pasukan elit AL-LEKITA bentukan Andong segera menuju lokasi dan melakukan pengintaian.

Blaik! Ternyata setelah lama menunggu, pasukan Loenpia tak kunjung mendarat. Akhirnya, kami semua malah ngelencer ke Sekaten untuk melihat prosesi Kondur Gangsa yang menjadi awal dari acara puncak Grebeg Sekaten.

Untuk diketahui, acara Sekaten adalah acara tahunan yang diadakan oleh Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Kata Sekaten berasal dari kata “Syahadat Ain”, yang oleh lidah orang Jawa, lama-lama menjadi kata “Sekaten”. Acara puncak dari Sekaten ini adalah Grebeg Sekaten, setelah selama sebulan penuh ada acara pasar malam di alun-alun utara.

Grebeg berasal dari kata bahasa Jawa “brebeg” atau “gumrebeg” yang berarti bising, ribut, gaduh. Ya, grebeg sendiri adalah prosesi yang gaduh, bising, karena banyaknya penonton yang datang.

Prosesi Kondur Gangsa adalah prosesi dikembalikannya 2 perangkat gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Naga Wilaga dari halaman Masjid Gede Kauman, ke Pendapa Pancaniti setelah selama seminggu berada di halaman Masjid Kauman.

Awal dari acara puncak Grebeg Sekaten adalah dengan dikeluarkannya gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Naga Wilaga (kalo di Solo adalah Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari) pada tanggal 5 bulan Mulud, seminggu sebelum Maulid Nabi yang jatuh pada tanggal 12 Mulud Tahun Jawa.

Kedua gamelan ini dipindahkan dari tempat penyimpanannya di Bangsal Sri Manganti yang kemudian disinggahkan ke Pendapa Pancaniti, lalu dengan disertai iring-iringan abdi dalem dan prajurit kraton, dibawa menuju halaman Masjid Gede Kauman untuk diletakkan di Kagungan Dalem Pagongan Masjid. Gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan di Pagongan Lor (utara) sedangkan Kyai Naga Wilaga diletakkan di Pagongan Kidul (selatan).

Tujuan diletakkannya gamelan di masjid adalah untuk menarik perhatian masyarakat. Jaman dulu, bila ada tabuhan gamelan, maka masyarakat akan berbondong-bondong datang ke arah sumber suara. Nah, untuk menarik perhatian warga agar datang mendengarkan pengajian yang dilakukan di masjid, digunakanlah tabuhan gamelan tersebut. Gamelan ini ditabuh setiap hari, kecuali pada hari Jumat.

Ada tradisi unik saat kedua gamelan ini ditabuh, yang mungkin “menyimpang” dari tujuan ditabuhnya gamelan di atas. Masyarakat percaya jika kita mendengar gamelan ini ditabuh, kemudian kita mengunyah daun sirih, gambir, tembakau, dan kapur, maka dipercaya kita akan awet muda dan mendapat berkah. Tak heran banyak sekali penjual sirih, injet, gambir, ini di sekitar masjid.

Saya, Kailani, dan Adi pun mencoba nginang. Ada kepercayaan kalo setelah nginang bibir dan gigi kita tidak berwarna merah, berarti kita sering bohong. Untung saja gigi, bibir, dan mulut saya berwarna merah.. ๐Ÿ˜€

Saya, Adi, dan Kailani mengunyah sirih biar cepet lulus kuliah

Rasanya? >:p PAIT!! Gak enak!! Ndak percaya? Silakan nanya Budiyono, Kang Yogie, dan Kang Fian yang sudah merasakan dahsyatnya kinang! :))

Selain tradisi nginang, ada tradisi membeli dan makan sega gurih (nasi gurih alias nasi uduk). Tradisi ini adalah simbol bahwa kita mensyukuri apa-apa yang sudah kita dapatkan. Dengan makan nasi yang sudah diberi bumbu, diharapkan kehidupan kita akan semakin nikmat, seperti rasa nasi yang kita makan.

Ada pula tradisi membeli endog abang alias telur merah. Telur ini adalah telur rebus biasa yang kulitnya diberi warna merah. Telur ini kemudian ditusuk dengan menggunakan tusuk sate yang kemudian dihias. Kalo di Solo, namanya endog amal, yaitu telor asin. Endog amal maksudnya agar kita menjadi orang yang suka beramal.

Membeli Endog Abang

Telur adalah cikal bakal kehidupan. Sedangkan warna merah artinya keberuntungan, rejeki, berkah, dan keberanian. Jadi diharapkan dengan memakan telur ini, kita bisa kembali lahir menjadi seseorang yang berjiwa bersih, pemberani, dan penuh keberkahan. Sedangkan tusuk sate melambangkan bahwa kita semua memiliki poros kehidupan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Pecut juga banyak dijual di tempat ini. Pecut adalah alat yang digunakan untuk menggiring ternak agar berjalan pada jalan yang benar. Nah, makna membeli pecut di tempat ini adalah diharapkan kita bisa menggiring nafsu kita supaya berjalan ke jalan yang benar.

Di dalam serambi masjid, sedang diadakan pembacaan riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Jawa. Pembacaan riwayat ini diikuti oleh Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwana X beserta keluarga dan abdi dalem.

Selama menunggu prosesi pembacaan riwayat Nabi ini selesai, kami semua berfoto-foto. Kebtulan di situ ada 4 pasukan kraton berpakaian lengkap yang mengawal Sri Sultan. Keempat pasukan kraton itu adalah Wirabraja, Patangpuluh, Prawiratama, dan Mantrijero. Sebenarnya ada 6 pasukan lagi, sehingga jumlah pasukannya ada 10. Keenam pasukan kraton yang tidak kelihatan malam itu adalah, Dhaeng, Jagakarya, Nyutra, Ketanggung, Surakarsa, dan Bugis.

Prajurit Wirabraja

Bersama Prajurit Prawiratama

Perwakilan dari pasukan kraton lainnya

Sekitar pukul 22.30, pembacaan riwayat Nabi selesai. Para pasukan bersiap, dan Ngarso Dalem pun berjalan keluar masjid untuk kembali ke kraton dengan diiringi para prajurit yang tadi dengan pasukan Wirabraja, yang sering disebut dengan pasukan lombok abang karena seragamnya mirip lombok ini, sebagai cucuk lampah. Setelah Ngarsa Dalem kembali, gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Naga Wilaga pun kemudian diangkat dan kemudian dikembalikan.

Ngarsa Dalem meninggalkan masjid

Prosesi Kondur Gangsa

Pada jam-jam inilah, tim pengintai memberikan informasi bahwa pasukan Loenpia sudah datang dan siap menyerbu. Dengan sigap kami pun segera merespon dan kembali ke titik penyerangan. Fire in the hole!! :rock

Senjata pun kami kokang. Flashbang, nightgoogle, AK-47 sudah siap. Tapi ternyata?!! Pasukan Loenpia cuma 8 biji!! :-w Terdiri dari 6 bathangan Pepeng, Budioyono, Yogie, Fian, Cordiaz, dan Traju. Sedangkan womennya ada 2 ekor (eh, women kok berekor?), yaitu Niea sama Sessy. Dan ternyatanya lagi, ada seorang women lagi tapi ndak nongol malam itu, yaitu si Ari, sehingga total jendral 9 orang.

Setelah sambutan yang tidak meriah sama sekali, karena hidangan tengkleng sudah habis, akhirnya kami menjalin kemesraan di angkringan mbak cantik di kawasan Wijilan.

SEKATEN: GREBEG SEKATEN

Sabtu, 31 Maret 2007 pagi, kami semua sudah siap sedia di hotel Dirgahayu, di jalan Ahmad Dahlan, tempat pasukan Loenpia nginep.

Kami berencana menuju ke Masjid Gedhe berjalan kaki dengan menyusuri kampung Kauman, yang merupakan kampung di mana organisasi Muhammadiyah didirikan.

Kira-kira pukul 9 kami sampai di halaman masjid yang sudah penuh sesak manusia itu. Sebelumnya saya sempat mampir ke yang mbaureksa Kauman, Prince PriyayiSae. Tapi ternyata, beliaunya sedang kungkum, mandi besar. :))

Kami pun akhirnya terpencar. Saya mengikuti Bunda untuk masuk ke halaman Masjid Gedhe yang memang seharusnya steril dan hanya orang-orang tertentu saja yang boleh masuk. Dengan pede dan berlagak sok wartawan, akhirnya saya dan Bunda berhasil masuk. Kemudian diikuti Kang Fian dan Sessy, di mana Kang Fian harus menunjukkan anunya agar bisa masuk. Hus! Maksudnya kartu pers-nya! ๐Ÿ˜€

Yang lainnya entah ke mana karena tidak diperkenankan masuk ke halaman Masjid Gedhe. Wah, dari halaman sini, pemandangan lebih leluasa. Saya pun bertanya-tanya kepada seorang panitia yang berada di situ tentang kira-kira gimana nanti prosesi acaranya.

Acara Grebeg dimulai kira-kira pada pukul 10.00. Parade dimulai dari halaman utara Kamandungan, menyeberangi Sitihinggil, lalu menuju Pagelaran di alun-alun utara. Dengan diawali dengan tembakan salvo, arak-arakan gunungan yang terdiri dari 4 buah 3 buah gunungan yaitu, Gunungan Kakung, Estri, Gepak, dan Pawuhan Gepak dan Pawuhan(?), yang berisi hasil bumi dan jajan pasar dibawa menuju ke halaman Masjid Gedhe. Arak-arakan tersebut dikawal oleh kesepuluh prajurit kraton, dengan pasukan Bugis dan Surakarsa di depan.

Gunungan sendiri merupakan simbol dari sedekah kraton kepada rakyat. Gunungan ini lantas diserahkan ke Masjid Gedhe dan didoakan sebelum dibagikan kepada rakyat dengan cara rayahan (berebut). Maksud dari rayahan di sini adalah, bahwa untuk mendapatkan sesuatu, kita harus ngrayah atau berebut, yang merupakan simbol dari berusaha.

Menurut kepercayaan, bagi siapa pun yang bisa mendapatkan hasil dari gunungan, entah itu sayur, jajan pasar, hingga kerangka penyusunnya, akan mendapat berkah. Dan peristiwa rebutan inilah yang menjadi daya tarik dan acara puncak Grebeg Sekaten.

Banyak warga datang dari seluruh penjuru Jogja. Bahkan warga dari luar Jogja pun datang hanya untuk ngalap berkah dari gunungan ini. Yang saya cukup salut tapi juga prihatin, kebanyakan warga yang datang adalah orang-orang sepuh dan wanita. Mereka tidak gentar menghadapi saingan mereka yang muda-muda. Salut! =D>

Akhirnya saat-saat yang ditunggu itu tiba. Pasukan Bugis berpakaian hitam-hitam dan disusul Surakarsa berpakaian putih-putih pun masuk regol. Gunungan Kakung diletakkan di halaman sisi utara, sedangkan Gunungan Estri diletakkan di sisi selatan. Sedangkan Gunungan Gepak dan Pawuhan berada di tengah-tengah.

Gunungan Estri dibawa masuk halaman masjid

Para warga pun tak sabar untuk ngrayah. Panitia pun berkali-kali meredakan masa agar bersabar dan menunggu hingga prosesi doa selesai. Tetapi massa seperti tidak menggubris. Tanpa dikomando, ketika perwakilan kraton menghadap Penghulu Kraton, KRMT Roy Suryo KRT Suryo Diponingrat, dan sang Penghulu membaca doa, gunungan pun langsung ludes diserbu warga.

Massa berebut Gunungan Estri

Saya yang saat itu mencari posisi yang tepat untuk mengabadikan gambar melalui kamera Canon EOS 20D pinjaman milik Bunda, segera memanjat ke pagar masjid sebelah utara.

Anjrit!! ๐Ÿ˜ฎ Massa begitu beringas ketika memperebutkan gunungan. Aje gile!! Dengan sigap dan sok nggaya, saya pun segera menjeprat-jepret momen itu. Namun sayang, hasil jepretan saya masih di tangan Bunda. Jadi yang saya tampilkan di sini adalah hasil jepretan dari Adi.

Dalam waktu beberapa menit saja, semua gunungan ludes. Bahkan sisa-sisa gunungan pun masih dikais-kais. Dan salah satu oknum LOENPIA berinisial B tertangkap kamera dan masuk Detik sedang mengais-ais sampah sisa-sisa gunungan! :)) Cari berkah biar enteng jodoh, ya kang?

Ludesnya gunungan menjadi tanda ludesnya puncak acara Sekaten tahun ini. Masyarakat pun kembali pulang, sedangkan saya yang masih berada di halaman masjid, masih mengikuti prosesi serah terima gunungan. Lucu juga sih, la wong gunungannya sudah ludes direbut, tapi proses serah terimanya belum usai. ๐Ÿ™‚

Setelah berisitrahat sejenak, kami pun kembali pulang ke hotel Dirgahayu dengan menyusuri kembali kampung Kauman.

TAMAN SARI

Andong-Loenpia di Taman Sari

Setelah makan di Warung Soto Pak Marto, tim pun meluncur ke Taman Sari. Untuk Taman Sari ini sudah pernah dibahas. Silakan baca di blognya CahAndong berikut.

Yang unik dari kompleks ini, adalah adanya sebuah masjid bernama Soko Tunggal. Sesuai namanya, masjid yang selesai dibangun pada tahun 1972 ini hanya memiliki satu tiang penyangga saja. Tiang penyangga ini tepat berada di tengah bangunan. Biasanya, masjid-masjid memiliki minimal 4 tiang. Masjid berarsitektur tua ini memang benar-benar menggambarkan nuansa tempo doeloe! Di masjid inilah kami sejenak melepas lelah dan beribadah sholat Dhuhur dan Ashar.

WAR IS OVER?

Setelah capek mengelilingi kompleks Taman Sari, akhirnya diputuskan untuk mencari es buah sueger mbegedher. Pilihan jatuh pada Es Buah Mandala Krida.

Hari telah sore, dan berhubung badan udah capek, akhirnya diputuskan untuk menyelesaikan perjalanan. Tukang Loenpia pindah ke hotel Pasar Cakra Kembang, sedangkan tim Andong pun bersiap untuk acara malam.

Karena saya sudah ada janji mau dateng ke resepsi pernikahan seorang temen, akhirnya saya ijin untuk meninggalkan medan pertempuran. Mohon maaf, teman-teman!

Mohon maaf pula buat temen-temen CahAndong karena kabar kedatangan Loenpia telad. Juga buat temen-temen Loenpia, maaf kalo sambutannya masih banyak kekurangan. ^:)^

Info lengkapnya bisa dibaca di blog CahAndong.

Jadi, para blogger memang pembohong, ya?

27 comments

  1. gembuz… nganti mblenek le moco laporane…!
    wah iyo yooo… nganti lali nek ono sekaten :-s
    wingi ra sempet niliki blas! kangen je… ndisik sering bergerombol neng sekaten… sambil nyamuli mbak2 sing ayu

  2. jiguur.. dowoooneeeee….
    ckckckc
    btw, perutnya gimana zam bis nginang?
    hihihihih
    aku masih keinget si ple-q, pas nyobain
    hwhahahah

  3. haiyah. lengkap banget laporannya ๐Ÿ˜€

    zam, kamu yg ngasi plugins emoticons ya? kok ga bilung-bilung eh bilang-bilang sih? nuwun lho, cah. pangeran sing mbales. halah. eh tapi gak muncul gambar emo, jadi kalo mau munculin ya ngetik manual. emang gitu tah caranya? tenkyu :*

  4. gile…………… lengkap kap oi!!!!!!!!!!!!!!! boleh nih jadi jurnalist.
    mas bagi2 fotonya dong!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
    kirim ke email ya……………………….

  5. wah kang jadi pengen jalan-jalan ke ngayogyokarto, jadi inget gelar sultan, Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdurohman Sayidi Panoto Gomo Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedoso Ing Ngayogyokarto Hadiningrat, he…he… betul nggak kang!

  6. mmm….saya belum pernah ngeliat langsung prosesi ini…dan … wah, ada utusan dari keraton lain??? tambah asik dong bisa ngeliat pakean-pakean mereka yang aneh-aneh ๐Ÿ˜€

  7. ya syukurlah.. pimpinan masih ingat satu permohonan sakralnya…. hakeekekekekeke…. nguyah sirih + rebutan gunungan.. wah tambah manteb sajen menuju pada **. sukses ya…

  8. serbuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
    Al-Lekitaโ„ข get ready !!
    semarang? serbuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu

  9. wah…asik banget tuh kayaknya…
    ngiri liatin foto2nya.

    *mupeng.com*

    hahaha…
    *upz*
    sirih emg pait.. xp
    masa iya manis..tapi kalo mau manis pake susu cair aja..ato gula.. xp

  10. wah mas… artikel yg ini baru aku akuin bener2 capek bacanya… :p

    wah.. coba kalau pasukan Loenpia ada saya.. bakalan dipersenjatai dengan Canon EOS 350D. yah.. maybe next year.. btw kw angkatan piro to mas? koq begitu seringnya aku ngeliat komen2 cukup sensitif (nyinggung2 TA) ? ๐Ÿ˜€

    btw prajurit prawiratamanya rada2 mirip.. masi sodaraan ya ? =))

  11. yaampun… apa hubungannya ngunyah sirih sama cepet lulus kuliah?
    hueheuheu….
    mkaanya jangan ngeblog mulu… ๐Ÿ˜€

  12. hihii.. biar telat asal komen..

    tengkyu cahandong atas sambutannya.. pokoknya belum puas, nanti mesti ke sana lagi ya… asem tenan, kinage rasane gak enak tenan nda.. mulese jik kroso. oh iya habis itu loenpia diundang ke keraton lho :))

Comments are closed.