Hari Ahad, 10 Juni, kemarin saya nonton ScreenDocs! Traveling 2007, sebuah festival film dokumenter yang diadakan oleh In-Docs bekerja sama dengan Rumah Sinema Yogyakarta yang bertempat di Kinoki, Kotabaru, Jogja.
Sayang sekali karena mungkin kurangnya publikasi (atau saya yang kuper ya?), saya baru tau tentang acara ini pada hari Sabtu sebelumnya. Padahal acara ini sangat bagus dan Jogja merupakan salah satu kota yang disinggahi untuk pemutaran film ini di antara 14 kota lainnya. Di Jogja, acara ini diselenggarakan mulai tanggal 8 hingga 10 Juni 2007.
Ada 21 film yang diputar, tetapi karena saya cuma sempet nonton pada hari terakhir, saya cuma menonton 8 film saja. Film-film yang diputar sangat keren, karena film-film ini merupakan finalis dan pemenang dari beberapa kompetisi film dokumenter, antara lain AMI Youth Films, Kick Start 2006, dan Eagle Awards 2006. Pokoke top markotop! :top
Jujur saja, daripada nonton film-film Indonesia yang ceritanya makin lama makin gak jelas dan cuma mengikuti trend pasar, saya lebih suka film-film kreasi anak bangsa yang berkualitas seperti ini, terutama film dokumenter. Terdengar idealis? Memang! :p
Film dokumenter ini bener-bener menyentuh sisi humanisme kita. Tak hanya terhibur, melalui film ini kita bisa memperoleh banyak pengetahuan, bahkan film ini adalah potret sebenarnya dari bangsa kita, yang selama ini terbuai mimpi. |-)
Ada 8 film yang diputar malam itu, yaitu:
- Nyanyian Negeri Sejuta Matahari – Miles Production & UNICEF
- Mengejar Fatamorgana – Film Kick Start 2006
- Banjo Pickin’ Girl – AMI Youth Films
- Sang Penggali Fosil – Eagle Awards 2006
- Di Atas Rel Mati – Eagle Awards 2006
- Perjuangan Tak Pernah Surut – Candra Tanzil
- Amtenar: Sahaja Yang Terabaikan– Eagle Awards 2006
- Leila Khaled The Hijacker – Lina Makboul
Dari 8 film tersebut, ada 3 film yang sangat berkesan untuk saya. Dua film di antaranya adalah film finalis Eagle Awards 2006 dan sebuah film asing pemenang berbagai penghargaan di ajang film internasional.
Sang Penggali Fosil
Film finalis Eagle Awards 2006 ini berdurasi sekitar 16 menit. Film ini bercerita tentang kisah 2 orang petani yang nyambi sebagai penggali fosil di daerah Sangiran, Sragen, Jawa Tengah. Cerita ini begitu menarik buat saya, karena film ini menceritakan tentang dilema yang dihadapi oleh kedua orang petani tersebut.
Asmorejo, yang sering dipanggil “Insinyur” meski ia tidak pernah merasakan bangku sekolah ini karena keadaan ekonomi yang sulit, dia lebih suka menjual fosil temuannya secara ilegal. Padahal seharusnya sesuai aturan, fosil tersebut harus diserahkan kepada pemerintah.
Alasan yang dikemukakan oleh Insinyur ini cukup logis, fosil yang dijualnya secara ilegal lebih menguntungkan daripada jika diserahkan kepada pemerintah karena kompensasi yang diberikan pemerintah tidak sebanding dengan usahanya. Dan yang lebih parah lagi, para pembelinya justru dari pegawai museum itu sendiri.
Lain lagi cerita Sudikromo. Dia sebenernya ingin mengikuti jejak Insinyur, menjual fosil secara ilegal, tetapi apa daya, statusnya yang diangkat sebagai pegawai museum membuatnya terpaksa menyerahkan fosil temuannya ini ke museum, tentu dengan kompensasi yang tak sebanding dengan jerih payahnya.
Dari film ini kita dapat mengambil pesan, betapa rendahnya apresiasi pemerintah terhadap para penggali fosil ini sehingga sebagai ungkapan kekecewaan dan penjawab kesulitan ekonomi, aset-aset negara ini akhirnya justru jatuh ke tangan orang lain melalui cara ilegal.
Amtenar: Sahaja Yang Terabaikan
Finalis Eagle Awards 2006 yang berdurasi sekitar 15 menit ini bercerita tentang perjuangan dr. Diana Bancin, seorang pegawai tidak tetap yang ditempatkan di daerah terpencil di Kalimantan.
Daerah yang ditempati oleh dokter ini sudah 9 tahun tidak memiliki tenaga medis. Sehingga penduduk lebih percaya kepada dukun daripada kepada tenaga medis. Adalah tugas yang amat berat bagi dr. Diana untuk memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya tenaga medis.
Film ini juga mempertanyakan tentang arti “pengabdian”. Para petugas yang ditempatkan di daerah terpencil seperti dr. Diana belum tentu benar-benar mengabdi. Banyak faktor yang menyebabkan para petugas ini bertahan, sesuatu yang kita sebut mengabdi, meski kadang sisi egoisme mereka muncul dan pernah terpikir untuk menyerah.
Kebimbangan ini juga dialami oleh Diana. Dia berkisah ketika sang ibunda sakit, dia tidak bisa berada di sisinya karena jarak yang jauh. Kepenatan dan kepenuhan pun tak jarang dirasakan olehnya.
Diana pun akhirnya memutuskan untuk bertahan di tempat itu. Dasarnya adalah, pertama karena tempatnya sangat indah. Kedua, di tempat itu Diana mendapatkan banyak pengalaman luar biasa selama memberi pelayanan medis. Tidak hanya memberikan obat dan merawat orang sakit, tapi juga memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pentingnya tenaga medis. Dan alasan terakhirnya, dia tidak ingin tenaga medis satu-satunya di tempat itu (yaitu dia sendiri) kembali hilang dari situ.
Leila Khaled The Hijacker
Film ini menjadi gong dari festival film ini. Sebuah film karya Lina Makboul, seorang sutradara berkebangsaan Swedia, yang mengangkat kisah idolanya, Leila Khaled, seorang “teroris” yang pernah membajak 2 buah pesawat terbang sekitar tahun 70-an.
Leila Khaled adalah seorang pejuang wanita Palestina yang melambung namanya setelah membajak 2 buah pesawat. Meskipun insiden ini tidak menimbulkan korban jiwa, akibat perbuatannya, Palestina pun menjadi sorotan dunia.
Leila Khaled pun akhirnya tertangkap di Inggris dalam aksinya yang kedua dan akhirnya dibebaskan dengan menukarkan seluruh penumpang pesawat yang disandera oleh anak buah Leila.
Setelah insiden itu, Leila pun tidak terdengar lagi kabarnya, hingga akhirnya Lina Makboul menghubungi Leila yang menjalani kehidupan layaknya penduduk biasa di Amman, Yordania, dan menawarinya untuk membuat film dokumenter.
Dalam film ini, Lina berusaha mengetahui apa yang menjadi dasar Leila melakukan pembajakan terhadap pesawat serta aksi-aksi perlawananannya tersebut. Leila pun menjawab bahwa semua usahanya itu adalah untuk merebut kembali tanah Palestina yang dikuasai oleh Israel.
Leila menjelaskan bahwa aksi-aksinya yang dicap terorisme oleh negara barat itu adalah langkah terakhir dan satu-satunya cara, karena tanpa cara itu, bangsa Palestina tidak akan diperhatikan.
Ketika ditanya mengapa pasukannya membiarkan anak-anak bergabung menjadi bagian dari pasukannya, Leila pun balik bertanya mengapa negara lain membiarkan ibu-ibu dan wanita Palestina dibunuh oleh Israel sehingga anak-anaknya terlantar.
Di film ini kita dapat melihat sebuah sisi feminimitas seorang Leila, pejuang pembebasan Palestina, yang dianggap pahlawan oleh rakyat Palestina. Di balik keperkasaan dan keberaniannya, Leila merupakan sosok yang hangat dan menyayangi keluarga.
Bahkan di satu adegan, ketika Lina membawakan potongan lantai rumahnya di Haifa, Leila tak kuasa menahan air mata. Tak henti-hentinya potongan lantai itu dipeluk dan diciuminya, menunjukkan betapa rindunya ia akan tanah kelahirannya.
Ending film ini bener-bener membuat penasaran. Lina, ketika mewawancara Leila tidak berani menanyakan sebuah pertanyaan yang cukup fundamental tentang aksinya. Lina bahkan terus mencari waktu yang pas untuk menanyakan pertanyaan itu, hingga akhirnya, setelah proses pengambilan gambar untuk film ini selesai dan Lina kembali ke Swedia, Lina baru berani bertanya kepada Leila melalui telepon.
Pertanyaan terakhir Lina kepada Leila adalah, “apakah anda sadar bahwa perbuatan anda (membajak pesawat) tersebut akan membawa nama buruk (cap Teroris) kepada bangsa Palestina?”. Dan sialnya, jawaban Leila tidak ditampilkan! Maka saya jadi penasarah banget. 😕
Ah, tak menyesal saya melihat film-film ini. Bahkan saya pun rela menahan lapar karena penayangan film mulai dari jam 17.30 hingga 22.00 secara maraton ini bener-bener keren.
Dan saya pun memutuskan untuk makan malam dengan menu nasi plus puyuh goreng.. =p~
lunpia kro wingko segera setelah entuk pemberitahuan via sma *resmi* 😛
ikutan makan lunpia dunks
asyyyeemm…lagi2 aku ga bisa ikut :((
puyuh goreng? burung puyuh digoreng kah?
mau dong liat film leila itu sharing zam sharing!
wah ra ngejak-jak
tak kira festival Ms. Word… 🙁
17.30 hingga 22.00..ah cuma brapa jam koq..
aku yo ra melu nonton :((
@gita : opo maksude?
zam lulus?
hooooooooooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii………………….
pengumumannnnnnnnnnnnnnnnnnn!!!!!!!!!!!!!!!!!
ZAM LULUS™ !!!!!!!!!
MANGAN2™ !!!!!!!!
hah? zam lulus?
makan2…
makan2…
*terpengaruh gosip*
zam wis lulus???kok gak ngabari?? makan2, zam! awas nek ra!!
jamput…
SIAPA YANG LULUS, SU?? Heh?!!
FITNAH!!!
eh,
doakan segera lulus ding.. 😉
Walah, jadi kepengen nonton :((
hweeee… aku juga pengen nonton. tapi kere je… :((
ralat. kayaknya saya salah nulis nama deh tadi
*ngelirik komen seblumnya*
OH IYAH! bahaya ituh! hehehehehehe… 😀
*nambah mangkel zam*
oooooooo zam lulus to?
jawablah: AMIN 😀
nonton sendirian zam? 😛
uhmm.. binun mo coment apah.. ;-|
hehehe.. yang pasti syeneng setiap kali mampir disini 😉
kapan mo traktir ia mas? ;p *ngikut minta traktir*
Wahhh….
Selamat Ya….LULUS !!!
Tapi lulus apa ya ?_?
Anyway…salam kenal juga, dpt alamatnya dr Fame juga niey ^_^
Nonton kok ga ngajak2 siii.. mau dunks.. Btw dah lulus belon? Ayo semangadddd bro..
nah kui, penggali fosil ketoke manteb deh. ono neng internet ra? nek ono kasih link nya yah, biar bisa saya downloadh… hehehe.. 😀
Tertarik dengan Penggali Fosil 😉 Btw Zam, kamu nonton dari 17’30 sampe 22’00? 5 setengah jam yang bisa dipakai untuk menyelesaikan bab 4. Hahaha kabur ah, deeeehhh
Biasanya short films dan alternative movies dari linkingan non mainstream holywood – banyak mengangkat kisah realitas yang memang bersentuhan dengan grass-roots.
Kalau longgar mampir deh kesini IRIN Films
banyak kisah memilukan di dunia luar sana..
Seneng udh bisa mampir kesini, salam hangat dari Afrika Barat
————–
PS: Ohya, Warung yang lama ini akhirnya kembali di buka, setelah lama di tinggal mudik.
nyanyian negeri sejuta matahari n laila khaled kan ada di jiffest tuh..
seruuu loh tp laila khaled ga sempet nonton huhu..
koq dijkt g denger” kabar festival film dokumenter ya..
itu yang dokumenter dokter itu bisa didapetin di mana ya?
jangan lulus dulu jam..!!
tunggulah eblis™ dari bandung…!!!
woi woi… aq tertarik karo penggali barang tribal™ eh fosil… kwe ngopi film-e ora??? ojo ming nyimpen miyabi thok… :p
aku penasaran, film2 beginian kalo di luar festival bisa didapet dimana ya? kan nggak sedikit yg pingin ngoleksi. jelas di rental cd ato bakul2 pengedar cd bajakan nggak ada stoknya.
hiks… dulu di metro ada undian buat dapetin dvd nya.. udah ikutan eh gak dapet :((
Kalo sama film2nya mbak MYB lebih suka mana, Zam? ;))
@ Fahmy:
Wah, kurang tau saya.. Silakan kontak In-Docs saja.. 🙂
@ Fany:
Keduanya kan sama-sama DOKUMENTASI.. >:)
enak banget kamu yah,,
bisa jalan-jalan teruss…
aku yg pengangguran ini saja tak pernah kemana2,, huhu
*sirik
filmnya aktris kesukaan kita bersama ada Zam?
you know lah :d
gak mampir ke pmreload bos?!:d