Menyusuri Kotagede membawa kita seolah-olah terlempar ke masa lalu. Bangunan-bangunan tua yang bertebaran serta berbagai peninggalan kerajaan Mataram Islam menjadikan Kotagede layak untuk dijadikan obyek wisata budaya.
Selain menyimpan berbagai heritage, Kotagede memiliki sejarah tersendiri. Konon Kotagede adalah kota tertua yang menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram Islam yang kemudian berkembang menjadi Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
Kali ini saya bersama Annots dan Didit melakukan pendoyokan untuk menelusuri kembali jejak-jejak kerajaan Mataram Islam yang mungkin sudah terlupakan.
Ketika Ki Ageng Pemanahan berhasil mengalahkan Arya Penangsang pada tahun 1558, Sultan Hadiwijaya menghadiahi sebuah tanah di daerah Hutan Mentaok, yang kini dikenal dengan kawasan Kotagede.
Ki Ageng Pemanahan membangun sebuah desa di hutan Mentaok yang kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan. Kerajaan ini kemudian semakin membesar dan menyaingi Kerajaan Pajang.
Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, Danang Sutawijaya kemudian memberontak kepada Kerajaan Pajang dan mengangkat dirinya sebagai raja Mataram bergelar Panembahan Senopati.
Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede pun makin membesar dan menguasai daerah kekuasaan Kerajaan Pajang setelah jatuh akibat perang saudara.
Nah, Situs Watu Gilang menjadi saksi atas kejayaan Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati.
Situs ini bisa ditemukan dengan menyusuri jalan dari Pasar Gede ke arah selatan kurang lebih 500 meter, melewati Kompleks Makam dan Masjid Agung Kotagede hingga sampai pada sebuah bangunan yang berdiri di tengah jalan.
Bangunan ini juga dikelilingi pohon-pohon beringin dan sebuah pohon Mentaok rindang yang memberikan hawa sejuk. Di dalam bangunan inilah peninggalan bersejarah itu disimpan.
Ndak jauh dari bangunan ini, ada kompleks makam keluarga Hamengkubuwana VII, VIII, dan IX. Kompleks makam ini bernama Hasta Renggo.
Hasta berarti “delapan” sedangkan Renggo berarti “bangunan”. Artinya kompleks makam ini dibangun pada masa Hamengkubuwana VIII.
Kompleks situs Watu Gilang menyimpan peninggalan Kerajaan Mataram antara lain Watu Gilang, Watu Gatheng, dan Watu Genthong.
Watu Gilang dipercaya merupakan batu singgasana Panembahan Senopati.
Watu Gilang berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 2 x 2 meter berwarna hitam.
Di atasnya terdapat pahatan-pahatan tulisan dalam beberapa bahasa yang sudah ndak dapat terbaca lagi karena sudah terkikis.
Tulisan ini konon berisi tentang keluh kesah dan kepasrahan terhadap nasib. Istilah kerennya sih, curhat.
Konon di batu ini pula, Panembahan Senopati mendapat wangsit melalui Lintang Johar.
Batu andesit hitam ini dibawa dari Hutan Lipuro yang kini dikenal dengan daerah Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, DIY.
Di atas singgasana batu inilah Kerajaan Mataram digerakkan oleh Panembahan Senopati.
Pada sisi sebelah timur batu ini, terdapat cekungan. Cekungan ini konon muncul akibat dibenturkannya kepala Ki Ageng Mangir, musuh sekaligus menantu Panembahan Senopati, hingga tewas.
Ki Ageng Mangir sendiri merupakan musuh dari Panembahan Senopati. Untuk menaklukkannya, Panembahan Senopati melakukan taktik “Apus Krama” atas usulan dari Ki Juru Mertani.
Taktik “Apus Krama” ini adalah taktik dengan cara mengirimkan Puteri Pembayun menjadi penari tayub untuk memikat Ki Ageng Mangir.
Setelah Ki Ageng Mangir tertarik dan menikahi Puteri Pembayun, mau ndak mau dia harus menghadap ke mertuanya yang ndak lain adalah Panembahan Senopati.
Saat Ki Ageng Mangir sungkem inilah ia kemudian dibunuh oleh Panembahan Senopati dengan membenturkan kepalanya ke singgasana Watu Gilang hingga ia tewas seketika.
Makam Ki Ageng Mangir bisa ditemui di Kompleks Makam Kotagede yang memiliki keunikan tersendiri.
Makam Ki Ageng Mangir sebagian berada di dalam benteng makam, sedangkan sebagian lainnya berada di luar benteng. Ini terjadi karena Ki Ageng mangir yang dianggap musuh dalam selimut Kerajaan Mataram.
Peninggalan lainnya adalah Watu Gatheng. Ingat, bukan Watu Ganteng, batu yang bisa bikin ganteng bila dilemparkan ke muka orang jelek. :))
Batu Gatheng adalah batu yang digunakan oleh Raden Ronggo bermain lempar batu sembunyi tangan (bermain Gatheng).
Watu Gatheng sendiri merupakan hal yang cukup menakjubkan. Bayangkan saja, bola batu karsit berwarna kuning yang berat tersebut digunakan sebagai permainan Gatheng.
Permainan Gatheng sendiri dilakukan seperti kita bermain bola Bekel. Batu dilempar ke atas kemudian ditangkap kembali.
Ada 3 buah bola, sebuah berukuran agak kecil berdiameter 15 cm dan dua buah berukuran besar berdiameter 27 cm dan 31 cm.
Karena kesaktiannya inilah Raden Ronggo mampu menjadikan bola-bola batu ini sebagai mainan.
Bahkan ada mitos yang beredar, bila kita berhasil mengangkat batu ini maka keinginan kita akan terkabul.
Saya berhasil mengangkat batu ini meski cuma yang kecil dan berharap bisa jadi bintang sinetron mendapatkan kerjaan yang enak dengan gaji besar! [-o<
Ada versi cerita lain yang mengatakan bahwa Watu Gatheng adalah peluru meriam berukuran besar yang bernama Pancawura yang berada di Pagelaran Kraton Surakarta.
Konon meriam Pancawura ini dulu hendak dibawa ke Batavia untuk menyerang VOC ketika Mataram dalam pemerintahan Sultan Agung, namun karena prasarana yang kurang akhirnya urung.
Benda peninggalan terakhir yang ada di situs ini adalah Watu Genthong.
Watu Genthong terbuat dari batu andesit berbentuk seperti gentong padasan dengan diameter 57 cm yang digunakan oleh Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Giring, penasehat Panembahan Senopati, untuk mengambil air wudlu.
Konon Watu Genthong ini ndak perlu diisi air. Dengan menggunakan kesaktiannya, Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Giring hanya memegang dinding batu dan air pun akan muncul dengan sendirinya.
Ki Ageng Giring merupakan sahabat dari Ki Ageng Pemanahan. Awalnya yang mendapat wangsit untuk menjadi raja adalah Ki Ageng Giring namun ternyata pada perjalanannya justru Ki Ageng Pemanahan yang naik tahta menjadi raja.
Ki Ageng Giring akhirnya bisa menjadi raja pada keturunannya yang ketujuh. Keturunan ketujuh Ki Ageng Giring adalah Pangeran Puger yang kemudian menjadi Pakubuwana I.
Kompleks situs ini berada di kampung Kedathon yang dipercaya merupakan pusat dari kerajaan Mataram Islam. Sehingga bisa dibilang kalo situs ini adalah pusat dari Kerajaan Mataram Islam.
Awalnya situs ini berada pada ruang terbuka, namun untuk melindungi situs ini dibangunlah suatu bangunan yang melindungi situs ini pada tahun 1934 atas perintah Hamengkubuwana VIII.
Pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo, ibukota Kerajaan Mataram dipindahkan dari Kotagede ke Kerta, sekitar 4 km sebelah selatan Kotagede.
Kemudian pada masa Amangkurat I, ibukota Kerajaan Mataram dipindahkan ke Pleret, ndak jauh dari ibukota lama di Kerta.
Daerah Kerta dan Pleret ini kini dikenal dengan daerah Pleret, Kabupaten Bantul, DIY.
Setelah pemberontakan Trunojoyo tahun 1674, Amangkurat II memindahkan kerajaan ke daerah Kartasura sehingga dikenal dengan Kerajaan Kartasura.
Pada masa pemerintahan Pakubuwana II, Kraton Katasura dipindahkan ke desa Sala dan terbentuklah Kraton Surakarta atas bantuan VOC.
VOC mengetahui kekuatan Mataram dapat mengancam keberadaannya hingga melalui politik devide et impera, VOC memecah Mataram melalui Perjanjian Giyanti tahun 1755.
Berdasarkan Perjanjian Giyanti, Kerajaan Mataram dibagi menjadi 2 yaitu Kraton Surakarta di bawah pimpinan Pakubuwana III dan Kraton Yogyakarta di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Hamengkubuwana I.
Kedua kerajaan ini dirasa masih cukup kuat, sehingga VOC kembali memecah kedua kerajaan melalui Perjanjian Salatiga pada tahun 1757 yang hasilnya Kraton Surakarta memberikan sebagian wilayahnya kepada Mangkunegara sebagai adipati dan Kraton Yogyakarta memberikan sebagian wilayahnya kepada Pakualam sebagai adipati.
Menarik bukan? ;))
Hanya dengan mengunjungi satu situs cagar budaya saja kita bisa mengetahui sedikit sejarah yang sangat panjang.
Penelusuran sejarah kami ndak berhenti sampai di sini. Kami pun meneruskan perjalanan menyusuri tempat-tempat bersejarah lainnya di seputar Kotagede.
Sekian dulu pelajaran Sejarah hari ini. Jangan lupa, besok ulangan ya, anak-anak.. ;))
Comments
65 responses to “Situs Watu Gilang, Tonggak Sejarah Mataram Islam”
wah..di juwal bisa nembus 3 milyar tuh..!!!!
sumpehh..!!!!!
Eh,itu kamu tahu bener asli ga..???
atau jgn2 udah kopinan..???
*trauma kasus mbah hadi solo*
woooiki to oleh oleh ndoyok wingi kae? lah itu bukan batu buat main Gatheng, itu buatmai bowling le
wah menarik tenan zam. ternyata belaajr sejarah tak harus menyiksa ya. 🙂
Salam kenal, baru BW dari tempat Unai 🙂
Wah, ntar kalau ke Yogya lagi, mau situs ini ah 😀
katanya wawancara kmrn ga pake rekaman, kok postingnya bisa panjang gini? Oh ternyata bener kamu keturunan arab, anunya (baca: posting) panjang :d
weh, kapan mas ke Kotagede? hari Sabtu kmaren aku juga ke Kotagede, mengunjungi daerah jajahan slama 4,5 taun ;))
sayang skali, watu gilang sejak gempa jadi ga keurus gitu.
jangan lupa icip-icip es cincau! jualannya kan deket-deket watu gilang situ ;))
loh aku wes mrono dhisik kmrin ituuuu, cuman motret plang ya aja ding
koreksi : Ki Ageng Mangir itu seorang pertapa sakti. Konon, seorang pertapa sakti memang cenderung tidak mau tunduk pada pemerintahan dan kekuasaan, yang waktu itu dipegang oleh Panembahan Senopati. Ki Ageng Mangir terpikat dan akhirnya memperistri Pembayun, yang akhirnya mengajak Ki Ageng Mangir untuk pulang. Awalnya Ki Ageng Mangir tidak tau bahwa Pembayun adalah putri Raja Mataram. Cerita selanjutnya kurang lebih sama dengan yang ditulis Matriphe, termasuk kronologis pembenturan kepala Ki Ageng Mangir di Selo (jawa:batu) Gilang..
Ulangannya open/closed book Pak? :-“
Eh…lupa.
FYI : koreksi saya dapatkan tadi malam sewaktu kami sekeluarga (daku, Ayahanda dan Ibunda) mendook nyari warung bakmi Mbah Mo nan tersohor di Bantul. Trus Ayahanda -nampaknya doyoker senior- menceritakan tentang Ki Ageng Mangir ini..
aihh…kalo aja dulu felajaran sejarah diajarinna begini ini…
khan asek sangadh…
ono maneh dab… kotagede punya makanan khas… KIPO!
pernah posting rung kw? lali je.
@ didit:
thanks informasinya, bung! kapan kita jajah kuliner Bantul? ;))
*liat komen di atas*
kalo ke bantul aku ikuuudd…woro2 ya
mo sekalian ke kasongan (lagi).. 😀
Aseli cekungannya gile benerrrr… 😮
Anooo… Banyak batu-batunya.. :d
kok di poto annots tambah putih yaaa????…….. :-“
Klo saya diajarin sejarah sama mas Zam, kira2 klo saya dipoto bisa jadi gemilau bercahaya kyk bapak guru gak? 😛
konon di situ ada sendang yang ada bulus penunggunya.
ada skrinsyutnya gak kang mas? :d:d
eh coba perhatiin deh, foto yang satu pake baju item, yang satu putih..kaya setan sama malaikat heheh:-“
Wah! aku jadi lebih byk tau ttg sejarah dari kamu zee 😉
Hebat!!!
@ detnot:
sendang yang dimaksud berada pada kompleks Makam dan Masjid Agung Kotagede. bulus penghuni sendang bernama Kyai Dudo itu sudah mati. makamnya ada di Sendang Kakung, dengan “nisan” berbentuk bulus juga. 🙂
skrinsut makam ada di sini.
kalo situsnya pajang ada dimana zam, bahas donkkk
lha, nggak ada review makanannya di sekitar situ?
Busyet tu batu gede banget, huahauhaua, tapi 😕 tempatnya agak angker gitu ya keknya
@ mas iway:
saya belum memperoleh informasi soal lokasi situs ini. kalo ada waktu, saya akan jeng-jeng ke sana, kang. 😀
@ fahmi:
barusan saya posting soal icip-icip, walau bukan makanan khas Kotagede bernama Kipo. postingannya ada di sini.
@iway : kerajaan pajang kui, tugu lilin ngidul nang arah gentan … gaya mu takon zam.
@zam : kangen ambu lemah kost mu
@kang mathripe
tengkyu buat skrinsyutnya :d
“Tulisan ini konon berisi tentang keluh kesah dan kepasrahan terhadap nasib. Istilah kerennya sih, curhat.”
Kereeeen… Orang jaman dulu nge-blognya di watu gilang yak?
Multi lingual lagi…
memang ki ageng mangir seorang ksatria:-w
tpi sungguh kasian nasib seorang putri darah dagingnya untuk meluluhkan hati seorang mangir akhirnya di campakkan dan di buang:-w
😕 hmmmm……, kira2 ki ageng mangir kpalanya pecah gak yaa waktu di jedukin??:d
Pak, sudah baca sejarah Ki Ageng Mangir di situs ini, http://akubuku.blogspot.com/2008/07/aku-dan-mangir-2.html😉
Komentarnya tentang strategi dong “apus krama”
Ada sesiapa boleh bantu saya utk menjejak silsilah keturunan saya yang dipercayai ada berhubung dengan Kerajaan Mataram Islam.
Saya merupakan generasi ke 7 kepada Radin Panji bin Radin Sundang dan berkemungkinan dari susur galur Radin Dohor dan Radin Galoh. Dipercayai salah seorang saudara perempuannya bernama Radin Murtasiah. Kalau dipuratakan setiap generasi adalah 30 tahun bermakan Radin Panji ini hidup di tanah Jawa sekitar 200-250 tahun atau lebih yang lalu.
Berkemungkinan nama beliau berlainan dgn nama yang kami ketahui. Difahamkan beliau dan beberapa saudaranya telah berkelana setelah diburu oleh Belanda. Seorg saudaranya telah berhijrah ke Kedah, Malaysia, seorg lagi di Terengganu, Malaysia dan beliau sendiri di Kelantan, Malaysia. Pusara beliau dan isteri terletak di kampung Apam, Pasir Mas, Kelantan. Dipercayai batu nisannya juga dibawa dari tanah Jawa.
Mohon dibantu sekiranya ada sesiapa yang mempunyai maklumat mengenai keturunan yang saya maksudkan ini.
Saya boleh di hubungi melaui email:
[email protected]
:”> nuhun bangaet tugas langsung berez tapi kurang komplit…..
–Makin banyak Baca sejarah Panembahan Senopati jadi makin bingung, karena ceritanya pada beda-beda. rujukan yang benar apa ya..? ^^v
:d Duh kacian dech ente semua ketipu ama mitos. Kalau aku seh ga yakin Ki Ageng Mangir Wonoboyo tuh bisa kalah ama Panembahan Senopati. Jangan-jangan kebalik kali ye? Lagian bengis banget tuh Panembahan Senopati. Trio bom bali aja hukumannya ga segitunya, wassalam… :x:x:x
:):):)kerend…
:d:d:d:d
akuu bingung !!!!
hhhuuuaaahhhh !!!!!!!!!1
critanya bisa di perjelass lagii gak ??
lumayan nii buat tugass !!!
hhehehehehehehe …
klo bisa dari awal sampe akhir .
hhehehehehehehe …
maaf yaa udaa nyontek gk tau diri !!!!
KASIH MATERI TENTANG HAL-HAL YANG IDENTIK DENGAN KERAJAAN MATARAM ISLAM DUNK…:d
cZ ntu wad tugas skul.. hehehehe:d:”>^^v
Coba adik2 yang di Jogja kiranya dapat meneliti 1. bahwa gentong itu terus terisi air tampa diisi. Pasti ada jawaban ilmiahnya yang masuk akal.
2. Apakah pernyataan tersebut sampai sekarang masih berlaku? yaitu gentongnya terisi air terus?
wahh bguz2, qw dsuru nyariin tgz ttg mataram islam ne. .
ehh tp rumah qw di kotagede lho. . iah kira2 gag jaoh dr ctu. haha
[-( informasine ra cetha
Maz Bisa Bantuin Q gk……?????, Q butuh Bantuanx jenengan Dunk, Coz Silsilah kel.Q Ilang Entah kemana, dan Ampe’ Cekarang IbuQ Lom Sempet Ngurus Silsilah Tu. Q dari PB II, Nama EyangQ seingetQ Yang Setroyudo,Thank’s Be4
menurut saya alangkah baiknya tolong tampilkan foto-foto bangunan kerajaan agar kami dapat melihatnya sebab kami selama ini kurang mengetahui betul sejarah-sejarah mataram dan apalagi jaman sekarag ini banyak orang yang tidak mengenal sejarah adat istiadat yang ada di sekitar. terimakasi
thx yc tulizan’y..dah bantu nyelesaikan tugas dari guru n33…:d d suruh cari situs sejarah ma guru.foto2’y d p’bnyk yc…biar makin MENARIKkkk^^v
tugas dari guru n33…thx bangetzzz,coz dah bz bantu lewat tulizan’y..^^v
asssalamu alaikumm,untuk memahami sosok ki ageng mangir lebih banyak,membaca sejarah tanah jawa.sesungguhnya ki ageng mangir mempertahankan tanah perdikan dan korban konspirasi licik panembahan senopati.yang mempunyi ambisi untuk berkuasa.wassalam[-([-([-([-([-(
bagus [nformasinya tapi kurang lengkap oce………..,,,,,,,,,,,:((:d/:”>:)^^v
Ki Ageng Mangir itu musuh sekaligus menantu Senapati, karena ia memperistri Kanjeng Gusti Pembayun..
Konon cerita selanjutnya dari hasil perkawinan itu lahir seorang anak laki-laki yang oleh Senapati kepada patihnya disuruh bunuh untuk menghindarkan diri dari balas dendam bila anak itu kelak dewasa.Tapi sang patih itu tidak tega melihat bayi yang masih merah itu dibunuh. Akhirnya bayi tersebut diserahkan dan dipelihara oleh seorang embok yang tinggal jauh dipelosok desa yang gersang. Oleh si embok ini bayi ini kemudian diberi nama Klopo Aking (kelapa kering), suatu nama yang terinspirasi setelah melihat pohon kelapa kering di halaman rumahnya.
Setelah menyerahkan bayi itu kepada si embok tadi sang patih kemudian kembali ke kerajaan dengan membawa bukti pakaian bayi yang berlumuran darah kepada Senapati sebagai bukti titah raja sudah dilaksanakan yang sebetulnya adalah darah rusa.
Kelak keturunan anak ini menjadi nama yang memiliki trah tersendiri, “Kolopaking” yang berasal dari kata klopo aking, yang kemudian juga mengabdi kepada kerajaan Mataram.
Bagus. kalo ada artikel tentang kraton pleret
wah malah blom masuk aye… pdhl tonggo dewe
trims pelajarane sejarah. Lemah teles guti sing mbales
20th Teater Jubah Macan mempersembakan
Pagelaran kolosal “Opera Sutawijaya”
Skenario : B.W Purbanegara
Sutradara : Bagus Suitrawan
pukul 19.00- selesai
9 dan 10 April 2010. Konsert Hall TBY Yogyakarta.
@diditjogja:
fyi, ki ageng mangir itu bukan hanya seorang pertapa sakti. merujuk pada nama ki ageng (seperti halnya ki ageng pemanahan, ki ageng giring, dsb), ki ageng mangir adalah masih keturunan dari raja majapahit, brawijaya (berasal dari kata bhre wijaya, karena nama brawijaya sendiri tidak pernah terdapat di prasasti manapun). sedangkan mangir bukanlah nama orang, tetapi nama tempat ki ageng mangir berkuasa, yakni tanah perdikan mangir, wilayah otonom yang sudah ada dan diakui sebagai tanah perdikan sejak zaman majapahit (tanah perdikan tidak diwajibkan membayarkan upeti kepada kerajaan yang membawahinya. biasanya karena kepala daerahnya di masa lalu pernah melakukan jasa besar terhadap kerajaan).
ralat, tanah perdikan mangir ada setelah masa demak :p
Akan hadir, informasi seputar cerita sejarah mangir, kegiatan-kegiatan serta tempat-tempat menarik dimangir yang bisa anda kunjungi. Website mangir
http: //www. mangir. web. id
mas, pak ada yang tahu sejarah NGGIRING (ki Ageng Nggiring) Paliyan dan sekitarnya.
tentang awal mulo bukane mataram? suwun
mas, pak : ada yang punya sejarah ki ageng giring dan ki Ageng Pemanahan (Nggiring, Paliyan, gunungkidul) yg sangat erat kaitannya dengan mulo bukane mataram? suwun nggih, kulo tunggu.
Bagus ceritanya tp kl bsa jgn ada basa basinya biar serius gtu he he..
Nyuwun pirsa menawi cariyosipun Raden Ronggo kados pundi, Kangmas?
Sippp; kasian Ki Ageng Mangir, coba nek ngak dibunuh, bisa membantu membesarkan Mataram…daerahku Mangir juga ngak akan lebih maju….
Sungguh menarik membaca sejarah Mataram yang disertai peninggalan2 bersejarah. Kalo kita runut ke belakang sejak jaman Singosari, Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram rasanya selalu ada intrik2 di tiap keturunan raja ingin jadi penguasa. Padahal mereka memiliki ketturunan yang sama, ingat kan pada Ken Dedes yang menurunkan raja2 Tanah Jawa.Keadaan demikian terbaca dengan jelas oleh Belanda yang kemudian menjajah kita. Kisaran th 1600 negara Eropa pada saat Rev Industri mencari jajahan yg nantinya utk menjual baang indudtri malah kemudian menjadi penjajah, kita masih ribut dengan kekuasaan sampai sekarang. Semoga bangsa Indonesia lekas bersatu menjadi bangsa yang besar. Salam utk semua
waa….makasih bgd ini informasinya sangat membantu sekali untuk tugas observasi sejarah!!!
mantap.