Romantisme Nostalgia Es Puter

Menikmati Es Puter

Es Puter. Siapa sih yang ndak kenal Es Puter?

Es krim ala rakyat ini memberikan nuansa nostalgia dan romantisme tersendiri. Namun es ini mulai jarang ditemui karena tergerus oleh es krim-es krim modern cepat saji.

Beruntung, ketika menjelajahi gang-gang sempit perkampungan tua di Kotagede, kami menemui penjual es yang biasa berkeliling ke kampung-kampung ini.

Menikmati Es Puter di perkampungan tua macam Kotagede langsung melemparkan saya ke masa kanak-kanak!

Es Puter, dinamakan demikian karena dalam proses pembuatannya membutuhkan proses pemutaran.

Bahan adonan es yang terdiri atas susu, santan, gula, dan bahan-bahan lainnya dimasukkan ke dalam tabung logam panjang.

Tabung ini kemudian direndam dalam bongkahan-bongkahan es batu kecil-kecil yang diberi garam supaya es batu cepat meleleh.

Untuk memadatkan adonan es, tabung ini kemudian diputar-putar agar proses pembekuan cepat terjadi. Jika proses pemutaran ini bagus dan stabil, struktur es krim yang terbentuk akan nampak cantik.

Di tempat saya, Es Puter juga sering disebut dengan Es Dong-Dong karena dalam menjajakan es ini, si penjual menggunakan sebuah bonang kecil dari alat musik gamelan yang bila dipukul berbunyi, “dong.. dong..” 😀

Penjual Es Puter

Penjualnya pun biasa memakai gerobak dorong untuk membawa tabung berisi es krim. Di depan gerobak biasanya terdapat semacam kotak kaca untuk menyimpan cone es, mangkuk kertas, dan roti tawar untuk menyajikan es.

Ketika es sudah mulai cair, si penjual terlihat memutar-mutar tabung es krimnya untuk membekukannya kembali.

Jaman saya kecil dulu, harga es ini berkisar antara 50-100 rupiah. Membeli es dengan harga 500 rupiah sudah teramat sangat banyak. 😀

Ada beberapa cara penyajian Es Puter ini. Tiap penyajian mempunyai cita rasa, sensasi, dan tentu saja harga yang berbeda.

Penyajian standar: dengan cone

Cara penyajian pertama adalah dengan menggunakan cone. Ini adalah cara default dalam menyajikan es krim.

Namun ciri khas es ini justru terletak pada cone-nya. Sejak jaman saya kecil sampe sekarang, cone yang digunakan ndak banyak berubah.

Berbeda dari cone roti pada es krim-es krim modern, cone dari semacam opak tipis yang kadang keras dan liat berwarna merah hasil produksi rumahan ini begitu istimewa dan makin mengukuhkan predikat “es krim rakyat” ini. 😀

Es krim dikeruk tipis-tipis dengan menggunakan sendok khusus, kemudian dilapiskan ke atas cone sedikit demi sedikit dan lama-lama makin menjulang.

Menjilat-jilat setumpuk lapisan es yang menjulang ini harus berhati-hati. Salah-salah es krim bisa copot dan kita hanya bisa ndomblong menelan kekecewaan karena hanya menemukan opak cone yang kosong melompong. :))

Saya lebih suka menekan-nekan es ini dengan lidah agar masuk ke dalam cone. Setelah seluruh cone terisi penuh, barulah saya memakan cone yang berisi es krim ini.

Opak cone ketemu sama es krim memberikan sensasi tersendiri yang mantab! =p~

Penyajian kedua: sandwich es krim

Cara kedua ini paling saya sukai. Saya menamakannya sandwich es krim!

Es diletakan di atas potongan roti tawar, kemudian kita memakannya dengan melipat roti layaknya sandwich.

Perpaduan roti tawar dan es krim adalah perpaduan paling sempurna menurut saya. =p~

Pori-pori roti tawar yang menyerap lelehan es krim menjadikan roti sedikit basah dan lunak mlenyek-mlenyek gimana gitu.

Ketika es bertemu dengan roti tawar mencapai lidah, sensasi rasa berbeda yang sulit diungkapkan dengan kata-kata langsung menghajar!

Endang anang bambang gurindang! :))

Kedua cara penyajian es yang istimewa ini hanya dihargai 500 rupiah! Cukup murah bila dibandingkan dengan sensasi rasa dan cerita nostalgia yang ditawarkan!

Penyajian ketiga: menggunakan gelas

Cara ketiga ini agak berbeda dengan jaman saya kecil dulu.

Dulu cup atau mangkuk yang digunakan terbuat dari kertas karton yang dilapisi semacam plastik dan zat lilin agar mangkuk kertas menjadi waterproof.

Kini mangkuk yang digunakan diganti dengan gelas plastik, berukuran sebesar gelas air mineral berukuran 200 mL itu.

Penyajiannya pun berbeda. Dulu jaman saya, isi mangkuk hanya potongan roti tawar dan es krim, namun kini ada tambahan variasi, yaitu menggunakan sagu mutiara.

Kunci dari metode ini masih berada pada penggunaan roti tawar. Bedanya, roti tawar yang “direndam” dalam es krim makin membangkitkan cita rasa yang terpendam.

Saya sampai ndak tega mendeskripsikannya. =p~

Saya takut kembali ngidam es ini karena es semacam ini jarang dijumpai. ;))

Harga segelas es ini pun begitu luar biasa. Hanya dengan 1000 rupiah, kita bisa menikmati sensasi dahsyatnya.

Roti tawar dan es krim adalah pasangan yang serasi. Saya ndak bisa membayangkan bila di atas es krim ditaburi meses. Sungguh jahat bila lidah ndak segera menjilat.. =p~

Selain penggunaan roti tawar, es krim juga sangat tepat bila berpadu dengan wafer, biskuit, atau astor. Namun saya masih tetep lebih suka roti tawar sebagai pasangan es ini.

Menjelajahi lorong-lorong sempit di antara bangunan tua Kotagede sembari menikmati Es Puter semakin membuat perjalanan saya menikmati heritage memberikan kenangan tak terlupakan!

Menelusuri gang sambil makan Es Puter

Belum lagi tawa gembira anak-anak kecil yang menikmati Es Puter, saling menyolekkan es krim ke pipi teman, lalu dibalas dengan colekan es krim, ah betapa damainya!

Anak kecil menikmati Es Puter

Membangkitkan sebuah romantisme nostalgia pedofilia masa kanak-kanak yang bersahaja.. 😡

48 comments

  1. kayaknya di solo masih banyak yang jual tuh, dulu mangkuk kacanya suka disusun digerobaknya jadi segan mo beli soale terkesan mahal :d
    ada es potong ga? 😡

  2. dulu, aku pernah ditakut2i kalo beli es puter (di kampungku namanya es thung-thun; dari suara gong kecil yg dipukul, thung..thung…)
    katanya, pedagang es krim itu kadang pipis di tengah jalan. nah, kalo abis pipis itu jgn2 dia megang es krim. hihihihi
    *duh keknya merusak postingan ki :p*
    tapi aku sih cuek dab. soale enak we.. :))

  3. *liat komen diatas*
    malah ditempatku dulu namanya es tung-tung… makanya kl ada yg bilang es dong-dong bingung itu apa..
    ;))

  4. Pemberian garam bukan untuk mencairkan es batunya kang, tapi untuk menambah dingin es batunya.

  5. waaaaaaa…. itu kan es goreng *serius, di tempatku disebut es goreng atau es tung-tung*
    jadi pengen lagi, tapi terakhir nekat beli es ini di jalan malah jd pusing banget, jadi agak takut mau beli lagi *plus, bener yg dibilang ma szam, susah nyarinya*

  6. es dong dong.. penjual yang biasa muter ke t4 saya biasanya jgua jualan *lupa namanya’ tapi mirip2 siomay gitu deh .. .
    tapi skrg udah ngga pernah nongol lagi .. .. ..

  7. ingat…..es puter dapat menyebabkan kemandulan….

    ****kalo makan es puternya sambil nabrakin ‘anu’ ke tiang listrik…heuheue

  8. @ sandal:

    setau saya hukum fisikanya begitu, kang. kalo es mencair, otomatis akan menyerap panas. nah, panas dari adonan es itu yang kemudian diserap oleh es batu untuk mencair. intinya sih, membuat adonan es cepat dingin. 😀

    btw, thanks informasinya. 😀

  9. nang kene jenenge es tung tung. kui murah mergo nganggo sakarin kekekeke, ati2 watuk zam

    poto nang ndukur iku lho, jebul kowe ki pria metroseksuwal to zam? kukune kok terawat dengan baek. nek ngupil nganggo opo?

  10. sepertinya aku masih sering melihatnya melintas di depan rumahku. hehehe
    btw, kalo di solo kan ada juga yang model seperti ini dengan gelas yg dipajang di atas gerobaknya itu kan ?

  11. sampe sekarang kalo ada hajatan, katering selalu sediain es puter kok zam. nak zam dan nak dita nanti pake asinan bogor campur es puterkah? :d/

  12. WORO-WORO DI SALATIGA ADA SENTRA ES PONG

    TEPATNYA DI DESA SRATEN KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN SEMARANG

    DI SITU ADA 25 PENJUAL ES TONG HOME INDUSTRY

    MARI PADA KESANA 😉

  13. dulu di kampung jagalan kotagede, saya ingat nama penjualnya pak ateng, karena ya itu tadi orangnya (maaf) agak pendek.es nya enak sekali.

  14. di kota tempat tinggal saya, pasuruan … masih ada yang jual keliling naik gerobak speda ..

Comments are closed.