Pusat Primata Schmutzer: Pusat Primata Terbesar di Dunia

Pusat Primata Schmutzer

Tahukah bahwa Indonesia memiliki pusat primata terbesar di dunia? Terletak di dalam kompleks kebun binatang Ragunan, Pusat Primata Schmutzer yang diresmikan pada tanggal 20 Agustus 2002 ini memiliki koleksi sekitar 25 spesies dari 5 famili dari ordo primata.

Berkunjung ke Pusat Primata Schmutzer ini begitu mudah. Berbagai sarana transportasi umum bisa menjangkau lokasi ini. Tinggal naik kopaja, metromini, mikrolet, atau busway berjurusan Ragunan.

Lokasi Pusat Primata Schmutzer berada di dalam kompleks kebun binatang Ragunan. Pusat Primata Schmutzer dulunya dikelola oleh The Gibbon Foundation, pimpinan Dr. Willie Smits, namun kini pengelolanya adalah Pemda DKI.

Lukisan Nyonya Schmutzer

Masuk ke kawasan ini, pengunjung ditarik ongkos 5 ribu rupiah untuk dewasa, ini di luar ongkos masuk kebun binatang Ragunan yang ongkosnya 4.500 rupiah (tiket plus asuransi). Keamanannya pun ketat, pengunjung tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman apapun, bahkan permen pun tidak boleh. Semua barang bawaan pengunjung yang berupa makanan harus dititipkan.

Ini untuk menghindari ulah iseng pengunjung yang suka memberi makan hewan-hewan. Padahal makanan manusia itu tidak cocok untuk makanan hewan. Di kebun binatang Ragunan, monyet saja sudah pintar merokok karena ulah manusia yang memberinya rokok. Mengenaskan.

Saya baru tahu, bahwa sebenernya pisang itu bukan makanan utama monyet (atau primata lain) seperti yang kita kira. Beberapa jenis primata seperti Simpanse, Gorila, dan Orangutan makanan utamanya adalah daun dan buah-buahan. Untuk memenuhi kebutuhan protein, mereka juga makan serangga.

Begitu masuk halaman, kita akan disambut gerbang besar bertulis Pusat Primata Schmutzer. Saya sempat terdiam sejenak karena bingung mau memulai dari mana. Akhirnya saya memutuskan untuk naik masuk ke gerbang dan memulai penjelajahan saya dengan menyusuri Gorilla Walk.

Dinamakan demikian karena kita akan menyusuri suatu jembatan khusus yang berada di atas enklosur (kandang yang dibuat mirip dengan habitat asli binatang) Gorila, sehingga kita bisa melihat aktivitas Gorila dari atas. Namun sayang, selama di atas ini, saya tidak melihat Gorila sama sekali. Mungkin mereka sedang beristirahat dan bersembunyi. Gorila-gorila ini mempunyai nama loh, antara lain Komu dan Kumbo.

Gorilla Walk

Di beberapa sudut Gorilla Walk terdapat tulisan kepanjangan dari akronim GORILA, yang berisi trivia tentang Gorila, yaitu:

  • Gorilla di Pusat Primata Schmutzer adalah jenis Gorila dataran rendah barat
  • Orang sering menyebutnya King Kong
  • Rambut di punggungnya berwarna keperakan (silver black) dan dimiliki oleh jantan dewasa
  • Ia adalah salah satu kera terbesar di dunia
  • Larangan untuk tidak memburunya sering diabaikan
  • Ancaman terhadap Gorila di alam antara lain hilangnya habitat, perburuan ilegal untuk dikonsumsi dagingnya, dan penyakit seperti Ebola

Di beberapa sudut juga terdapat kursi-kursi yang bisa digunakan untuk beristirahat sambil melihat pemandangan. Bila melihat ke bawah, beberapa ubin dari kuningan tampak berukiran wajah-wajah Gorila.

Ketika turun dari Gorilla Walk, sayup-sayup saya melihat benda hitam bergerak-gerak dan berjalan dengan kedua kaki dan tangannya di enklosur di depan saya. Kemudian tepat di depan saya dia berhenti dan duduk sambil mengunyah rumput.

Omaigat-omaigat-omaigat! Itu Gorila besar banget! Saya ndak bisa membayangkan bila dihajar dengan tangannya yang panjang itu bagaimana. Bisa-bisa leher mluntir ndak bisa mbalik. Hihihihi..

Gorilla (Gorilla gorilla gorilla)

Gorila yang ada di Schmutzer ini merupakan jenis Gorila yang hidup di hutan dataran rendah di Afrika. Beratnya bisa mencapai 200 kg lebih dan hidup berkelompok. Yang jantan memiliki rambut keperakan di bagian punggung dan suka menepuk dada untuk menunjukkan kekuatan. Namun begitu, penis gorila itu kecil banget. Hihihi..

Kalo dilihat dari cirinya, Gorila yang berada di depan saya itu adalah gorila jantan!

Dari enklosur Gorila, saya pun berjalan mengelilingi kawasan ini. Ada beberapa kandang Ungko, Owa Jawa, Wau-wau, Kera Hitam Sulawesi, Digo, Boti, Kelawat, dan Siamang. Kandang-kandang ini ada yang berupa kerangkeng besi, ada juga yang berupa kerangkeng besi dengan kaca.

Ordo primata terdiri atas 5 familia, yaitu Prosimian, Macaques (macaca/kera), Leaf Monkeys (monyet daun), Gibbon, dan Ape. Manusia sebenernya termasuk dalam orde primata, loh. ๐Ÿ˜€

Prosimian adalah primata primitif. Di Indonesia terdapat Kukang dan Tarsius yang termasuk dalam familia ini. Kukang terkenal akan gerakannya yang lambat namun mempunyai cengkraman kuat, sedangkan Tarsius merupakan hewan mungil yang sangat tangkas. Kedua prosimian ini adalah makhluk nokturnal (aktif di malam hari).

Macaques memiliki ciri memiliki kantung pipi untuk menyimpan makanan. Kera-kera ini banyak tersebar di Indonesia, salah satunya adalah Macaca fascicularis (Monyet Ekor Panjang) yang sering dipakai untuk atraksi topeng monyet.

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Leaf monkeys, seperti namanya biasanya hidup di atas pohon dan memakan daun-daunan. Di Indonesia, primata jenis ini sering disebut dengan Lutung. Primata jenis ini berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan meloncat menggunakan tungkai kaki belakang.

Gibbon beda lagi. Ciri khasnya adalah tangannya yang panjang karena digunakan untuk bergelantungan. Yang termasuk jenis ini adalah Siamang dan Owa.

Ape adalah jenis primata yang tidak berekor. Orangutan dan Wau-wau termasuk ke dalam jenis ini.

Melewati kandang Monyet daun, saya sampai di taman yang terdapat banyak patung monyet. Beberapa orang nampak berfoto-foto dengan pose merangkul patung monyet atau sekedar berdiri di samping patung tersebut.

Di taman patung. Tebak, mana yang bukan patung?

Di beberapa tempat juga terdapat kursi-kursi namun sayangnya kursi-kursi ini dikuasai oleh pasangan yang sedang asyik pacaran!

Saya mengeilingi sisi ini hingga sampai ke suatu kolam dengan jembatan semen di atasnya. Di tengah kolam terdapat suatu “pulau” yang ternyata ini adalah enklosur dari Simpanse, primata tercerdas. Ketika saya melintas, simpanse-simpanse ini rupanya sedang tidur siang di dalam goa-goa buatan.

Di ujung jembatan, saya masuk ke dalam teater melalui pintu keluar. Hahaha! Saya pun masuk dan rupanya di dalam teater sedang diputar film dokumenter tentang kehidupan primata.

Melewati enklosur Simpanse

Saya mengikuti 2 episode, yang bercerita tentang sistem sosial dalam kelompok Gibbon dan Macaca serta sistem alarm dari kelompok monyet daun.

Rupanya, sistem kasta juga dikenal di kalangan mereka. Toque macaque di Sri Lanka, contohnya. Di gerombolan ini, kera-kera berdarah ningrat memiliki keistimewaan di dalam kelompoknya, terutama dalam hal makanan dan pasangan ketika musim kawin.

Sistem alarm dari monyet daun ini begitu keren. Setiap monyet akan saling memperingatkan monyet lain bila ada bahaya. Suara-suara peringatan ini akan berbeda bunyi sesuai dengan bahaya apa yang mendekat. Contohnya ketika seekor elang mendekat, kera-kera ini akan berteriak dengan bunyi tertentu dan monyet-monyet lain akan segera berhamburan turun dari pohon untuk menghindari serangan elang.

Bunyi berbeda dikeluarkan ketika seekor Leopard lewat. Bukannya menghindar, monyet-monyet ini justru mendekat dan menampakkan diri sambil terus berteriak-teriak ketika melihat Leopard. Merasa ketahuan, Leopard yang biasanya menyerang secara tiba-tiba akhirnya mundur teratur.

Selesai melihat film, saya menuju ke museum. Di sini dipamerkan berbagai miniatur primata yang bisa menjadi wahana edukasi anak. Berbagai papan dengan penjelasan juga banyak terdapat di sini.

Museum Primata

Dari museum, saya meluncur ke belakang, menuju ke Terowongan Orangutan. Terowongan ini mengelilingi enklosur Orangutan yang dapat kita lihat dari balik kaca.

Suasananya begitu gelap, di beberapa sudut terdapat rumbai-rumbai yang dibuat mirip seperti akar pohon, dan di dalamnya sejuk karena terdapat AC. Saya melihat beberapa Orangutan sedang bersantai-santai di atas kayu.

Orangutan sedang bersantai

Karena suasana gelap, di beberapa tempat terdapat pasangan yang sedang asyik pacaran. Padahal kalo jeli, di beberapa sudut terdapat kamera pengawas. Dasar pasangan dimabuk asmara yang tidak tau tempat!

Terowongan Orangutan

Keluar dari Terowongan Orangutan, saya berada di bagian belakang. Saya menuju Jembatan Kanopi di mana kita bisa berjalan di atas jembatan yang dipasang di atas pohon, namun sayang ketika saya sampai, fasilitas ini ditutup. Saya ndak tau, mungkin karena dianggap berbahaya karena di beberapa bagian terlihat kayu-kayunya mulai lapuk.

Sebelum pulang, saya menyempatkan diri melihat Lutung Jawa dan Lutung Perak. Ada sebuah papan dengan siluet Gorila yang sedang merentangkan tangan. Rupanya ini digunakan untuk membandingkan ukuran tubuh manusia dengan ukuran tubuh Gorila.

Papan rentang Gorila

Selain itu ada cermin besar bertuliskan, “ayo, jadi sahabat primata!”, yang berarti ajakan kepada diri kita ketika berdiri di atas cermin tersebut.

Bila datang pada jam-jam memberi makan (jam 9, 12, dan 15), kita bisa melihat petugas memberi makan primata ini di sekitaran enklosur. Karena saya datang tidak pada jam-jam itu, saya tidak dapat melihat langsung proses ini.

Pusat Primata Schmutzer lahir dari kepedulian Pauline Antoinette Schmutzer-versteegh terhadap satwa terutama primata yang hampir punah. Melalui yayasan The Gibbon Foundation, Nyonya Scmutzer mewakafkan hartanya untuk pembangunan pusat primata ini.

Hampir semua primata yang terdapat di lokasi ini merupakan primata yang dilindungi, beberapa di antaranya merupakan hasil sitaan atau serahan dari masyarakat. Di dalam kawasan seluas 13 hektar ini juga terdapat lebih dari 84 jenis pohon yang menambah teduh kawasan Pusat Primata Schmutzer.

Namun sayang, di beberapa sudut nampak orang pacaran sangat mengganggu pemandangan. Di beberapa tempat terdapat pancuran air minum gratis, namun kondisinya sedikit memprihatinkan. Air yang keluar sangat kecil sehingga ada pengunjung yang mengakali dengan meminum dari kran menggunakan sedotan!kini

32 comments

  1. Pusat primata ya.. baru lihat nih bener2 detail dalemnya di blog ini.. Abisnya tiap ke ragunan udah tutup mulu.. *siapa suruh ke ragunan sore2..* Keren mas deskripsinya.. jadi tahu kalo makanan utama mas bukan pisang.. ๐Ÿ™‚

  2. di kawasan Lembah Anai, Sumbar, ada sebuah belok di jalan yang biasanya dipenuhi kera. jenisnya entah apa, gak mudeng. hehe..

    yang jelas kera-kera ini sering dilemparkan makanan oleh orang-orang.. keknya kera-kera ini tipe “urban”. sementara temen2nya nyari makan di hutan, mereka malah “mengemis” di tepi jalan. hahaha.. :mrgreen:

  3. kemungkinan jenis Macaque (Macaca) karena primata jenis ini masih banyak terdapat di Sumatera dan Jawa. apalagi kalo makanan yang diberikan berupa kacang-kacangan.

    bisa jadi itu kera ekor panjang Macaca fascicularis, karena kera ini sering dipakai untuk pertunjukan Topeng Monyet atau bertugas sebagai pemetik kelapa.

    kera juga punya kelas sosial. ada kera berdarah ningrat dan ada kera berdarah sudra. siapa tau kera-kera yang “mengemis” di jalan ini kera-kera sudra..

  4. eh eh… kesana kpn nih…?
    kalo hari minggu kemarin kok ga ketemu ya…?
    anakku juga selalu ketagihan kesana, dihitung-hitung udh 5 kali kesana.

    bener wisata murah meriah, sarat ilmu dan bikin kaki pegel hehehe…. ๐Ÿ˜€

  5. Pusat Primata Schmutzer sudah tidak dikelola oleh The Gibbon Foundation lagi Zam … sejak tahun 2006 (kalau ndak salah :D) dikelola oleh pemda dki cq kebun binatang ragunan.

  6. nganu zam, Pusat Primata Schmutzer sudah tak dikelola oleh The Gibbon Foundation lagi, tapi diserahkan ke Pemda DKI. Itu sebabnya agak terbengkalai karena kurang dana.

  7. eh, ternyata Ragunan keren juga ya? Just wondering, knapa ya kalau udah di kelola sama Pemda malah terbengkalai (doh). Trus itu pasangan yang lagi pacaran, aku juga suka terganggu lihatnya. Pas di Kebun Raya Bogor banyaaak banget tuh yg lagi pacaran.

  8. saya udah pernah kesanaaah!! *kibas rambut sambil tepuk dada

    tempatnya bersih, binatangnya banyak. nyaman buwat tempat main anak-anak..tapi ya itu, payah untuk masalah minuman. secara sayah punya anak2 kecil yang harus siaga minimal minuman kemanapun, petugasnya agak2 bawel waktu saya kekeuh bwat bawa 1 botol minuman kedalam sana..dan saya bersyukur akan ke keukuehan saya. karena ternyata fasilitas tempat minuman payah banged!! =D

  9. @matriphe: gyahaha..
    iya sih, kang. bentuknya mirip2 kera yang sering dipake buat topeng monyet. tapi lebih besar.

    tapi nggak tau malunya itu lho yang bikin gak tahan. masa suka mejeng di pinggir jalan mengemis makanan.

    mending bergelayutan di hutan dan nyari dedaunan atau umbi2an. ๐Ÿ™

    btw, saya kemarin ketemu saya bule prancis di bromo. waktu pulang dia nyinggung2 soal orang utan. di sana mereka manggul Orang Utang. pake sengaunya prancis.

    di indonesia mereka baru ngeh kenapa dinamain orang hutan. ๐Ÿ˜€ mereka baru ngerti kalau orang itu = human dan hutan itu jungle. hehe…

  10. terima kasih untuk info nya, sungguh informatif dan membuat saya ketawa2 di kantor (membaca soal penis dan perihal orang berpacaran di manapun kapanpun asal gelap :D)

  11. terakhir saya ke sana waktu idul fitri september 2009. kondisi dari Pusat Primata seperti tidak terurus saja.. Melihat kondisi tempat minum yg terbatas dan air yg keluar kecil sekali. lalu melihat jembatan canopi yg ditutup karena mungkin sudah banyak dimakan rayap.. sungguh sayang sekali kalau seperti itu..

  12. Saya salah satu peneliti primata, mungkin terbesar tapi tidak lengkap,,,,, monyet dunia baru dari amerika selatan tidak ada yang mewakili trus tidak ada juga primata madagaskar kalo boleh dibilang ini bukan pusat primata tapi pusat primata kera dunia lama

  13. Yang pacaran itu perlu dibuat aturan juga menurut saya, biar tidak seperti di Kebun Raya Bogor. Di Kebun Raya saya pernah liat pasangan yang ML di sana. Jadi kurang sreg ke sana lagi.

    Btw, nice info nih, recommended place to visit. Makasih banyak infonya.

  14. pusat primata…..
    emm… seru juga buat referensi akhir pekan
    aq suka tempat ini apalagi waktu baru diresmiin, tapi sayangnya sekarang udah berubah…..
    seperti kurang terawat,.,.,., uuuh padahal ini tempat enak banget….

  15. sbenernya disana asik g sh tp pas ak baca2 di internet sekarang dah g kerawat n bnyk fasilitas yang rusak itu bener g sh

  16. Udah lama pengen kesini tapi ndak pernah kesampaian ๐Ÿ™
    Baiklah..Resolusi th. 2011 harus berkunjung kesana ๐Ÿ˜€

Comments are closed.