Jeng-Jeng Sebesi-Anak Krakatau

Di puncak Anak Krakatau

Tak pernah terbayang dalam benak saya ketika dulu semasa kecil melihat gambar Anak Krakatau di uang pecahan 100 rupiah tahun emisi 1992 bahwa saya bisa menginjakkan kaki di sana. Rasanya hampir tak percaya karena memang tidak ada rencana untuk ke sana!

Berawal dari ajakan teman-teman dari komunitas Indonesia Backpacker yang hendak melakukan gathering ke Pulau Sebesi, Lampung, saya pun ikut bergabung. Ini pertama kalinya saya ikut trip bersama rombongan besar, apalagi saya bukan anggota komunitas tersebut. 😀

Awalnya kami hendak mendaftarkan diri di acara gathering tersebut, namun karena pendaftaran sudah ditutup lebih cepat dari rencana, maka kami pun urung bergabung dengan trip tersebut. Tak kehilangan akal, kami bertujuh pun tetep nekad untuk berangkat bareng mereka untuk menghemat biaya kapal dan mengetahui rute (karena selama ini saya buta rute dan gak pake rencana).

Kesimpulan asal saya, mengorganisasi manusia sebanyak 100-an orang itu ribet sangat. Acara dan jadwal molor karena banyaknya manusia yang telat datang ke titik kumpul Pelabuhan Merak, Banten. Saya yang sudah datang jauh-jauh lebih awal jelas sewot. Itulah sebabnya saya lebih suka jalan sendiri atau maksimal dalam kelompok kecil (kurang dari 10 orang).

Menuju Pelabuhan Merak banyak bus yang bisa digunakan. Bus dari Kalideres, Pulogadung, dan Kampung Rambutan selalu ada hampir 24 jam. Ongkosnya sekitar 17 ribu untuk bus AC, dengan waktu tempuh sekitar 3-4 jam kalo tidak macet.

Selain dengan bus, bisa naik kereta api dari Stasiun Jakarta Kota hingga Stasiun Merak dengan kereta Merak Jaya, namun jadwal hanya ada 2 kali pagi dan sore.

Dari Terminal Merak, kami cukup berjalan kaki saja menuju Pelabuhan Merak. Pelabuhan dan terminal ini konon masih dalam taraf pembangunan hingga nantinya bisa menjadi terminal terpadu (pelabuhan, terminal, dan stasiun menjadi satu kawasan dan terhubung satu sama lain). Saat ini yang sudah terpadu baru pelabuhan dan stasiun.

E-ticket Pelabuhan Merak

Tiket naik kapal feri 10 ribu rupiah dengan bentuk kartu magnetik. Bila pernah berkunjung dan masuk ke gedung SCBD/BEI Jakarta, masuk ke Pelabuhan Merak (dan juga di Bakauheni) mirip dengan sistem masuk di gedung SCBD.

Tiket ditempelkan ke mesin, kemudian pintu akan terbuka. Tiket ini diserahkan kepada petugas sesaat sebelum naik kapal.

Masuk ke Pelabuhan melalui mesin

Perjalanan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni memakan waktu sekitar 2 jam. Selama di kapal, kami lebih banyak tidur di atas bangku-bangku kosong. Apalagi malam membuat kami hampir tidak bisa melihat apa pun kecuali gemerlap lampu-lampu dari kawasan industri Cilegon.

Kami sampai di Bakauheni pas Subuh. Begitu keluar dari Pelabuhan Bakauheni, kami langsung diserbu para calo-calo dari Terminal Bakauheni. “Karang.. Karang.. Metro.. Metro.. Raja Basa.. Raja Basa..,” teriak calo tersebut yang kadang ngeselin karena mereka gak segan menarik-narik lengan dan barang bawaan calon penumpang.

Kami segera menyingkir dari kepungan para calo untuk nongkrong dulu di ibu penjual kopi yang ngemper di peron terminal. Selain membeli kopi, kami pun berunding untuk menentukan sarana transportasi berikutnya.

Tujuan kami adalah Dermaga Canti di Kalianda. Untuk menuju ke sini sebenernya bisa ditempuh dengan 2 kali naik angkot. Dari Bakauheni, naik angkot berwarna kuning turun di Pasar Kalianda. Ongkosnya 15 ribu rupiah. Dari Pasar Kalianda kemudian berganti angkot warna biru hingga ke Dermaga Canti dengan ongkos 5 ribu rupiah.

Karena rombongan IBP yang kami barengi pada nyewa angkot, kami pun memutuskan untuk ikut menyewa juga. Tawar-menawar harga terjadi. Kami bertujuh, jika dihitung per orang 20 ribu, ongkosnya akan jadi 140 ribu. Akhirnya kesepakatan harga terjadi, kami akan diantar hingga Dermaga Canti dengan ongkos carter 125 ribu.

Sepanjang jalan dari Bakauheni ke Canti, kami mencium bau durian. Sial! Bau ini membuat kami jadi pengen makan duren!!

Kami tiba di Canti lebih awal dari rombongan IBP. Begitu turun, lagi-lagi kami disambut oleh tawaran carter kapal ke Sebesi. Padahal menurut informasi, kapal dari Sebesi-Canti-Sebesi datang rutin setiap pukul 9 pagi. Ongkosnya pun cuma 15 ribu rupiah per orang. Bila mencarter kami ditarik ongkos 400 ribu rupiah!

Karena rombongan IBP sudah mencarter kapal dari Canti ke Sebesi, maka kami memilih untuk ikut rombongan IBP saja. Kami tetep membayar 15 ribu rupiah per orang ke panitia IBP.

Bentuk perahu motor yang melayani rute Canti-Sebesi sebelas-duabelas dengan kapal yang melayani rute Muara Angke-Pulau Pramuka, cuma ukuran kapal Sebesi ini lebih kecil dan lajunya lebih lambat. Jarak Pulau Sebesi-Canti yang cuma 13 Km harus ditempuh dalam waktu 2 jam.

Peta Pulau Sebuku, Sebesi, Anak Krakatau. Sumber: Google Maps.

Selama perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Ada 3 buah karang yang membentuk semacam pulau di sebelah selatan Dermaga Canti yang oleh penduduk setempat disebut dengan Pulau Tiga.

Kami bahkan menyusuri selat Sebuku yang memisahkan Pulau Sebuku dan Pulau Sebuku Kecil. Dari jauh terlihat Gunung Sebesi menjulang tinggi dengan awan menutupi puncaknya membawa kesan mistis. Dari jauh, samar-samar terlihat siluet Anak Gunung Krakatau.

Karena tak ingin melewatkan pemandangan ini, sebagian penumpang kapal langsung pindah untuk duduk di atap kapal. Kamera keluar semua dan akhirnya potret-memotret tak terelakkan!

Sebagian penumpang kapal duduk di atap untuk menikmati pemandangan

Perjalanan akhirnya berakhir di dermaga Sebesi. Dermaga ini merupakan akses utama untuk menuju dan keluar dari Pulau Sebesi.

Pulau Sebesi sebenernya berdiri di lereng Gunung Sebesi yang berketinggian 884 meter dpl. Secara administratif, Pulau Sebesi berada dalam wilayah Desa Tejang Pulau Sebesi, Kecamatan Raja Basa, Kabupaten Lampung Selatan.

Luas pulaunya 2.620 ha dengan panjang pantai 19,55 km. Bila dilihat dari peta, pulau ini berbentuk hampir bundar. Bersama Pulau Sebuku, Sanghyang, Lagundi, dan Anak Krakatau, 5 pulau ini masuk dalam wilayah Kepulauan Krakatau yang terletak di Teluk Lampung, Selat Sunda.

Di Pulau Sebesi terdapat 4 dusun, yaitu Dusun Bangunan, Dusun Inpres, Dusun Regahan Lada, dan Dusun Segenom. Mata pencaharian penduduk Sebesi selain nelayan adalah bertani kelapa, pisang, dan coklat, yang hasil pertanian ini dijual ke Kalianda.

Kami tiba di salah satu dari 3 dermaga di Pulau Sebesi yang terletak di Dusun Bangunan. Fasilitas penginapan tidak ada, kecuali bila menginap secara homestay di rumah-rumah warga.

Dermaga Pulau Sebesi

Atas bantuan Pak Hayun (081369923312 – 08287013757), salah satu pengelola wisata di Pulau Sebesi, kami menginap di salah satu rumah warga dengan biaya 200 ribu per malam.

Kami menginap di salah satu ruangan di rumah warga di Dusun Bangunan. Ini memungkinkan kami bisa berinteraksi langsung dengan si pemilik rumah dan warga sekitar.

Sinyal operator seluler sangat sulit didapat. Ditambah listrik hanya menyala dari jam 6 sore hingga jam 12 malam yang dipasok dari PLN dengan menggunakan 2 buah generator diesel. Bahkan saat kami berada di sana, listrik sedang padam karena salah satu dari generator rusak (walau begitu, warga tetap diwajibkan membayar listrik sebesar 25 ribu per bulan).

Karena cuaca cerah, kami sepakat untuk mengunjungi Anak Krakatau, karena anak-anak IBP mengadakan acara sendiri. Awalnya memang tidak terpikir untuk ke Anak Krakatau karena saat berangkat, cuaca sedang mendung.

Atas bantuan Pak Hayun, kami menyewa kapal untuk menuju ke Anak Krakatau dengan biaya 1,2 juta rupiah pulang-pergi plus biaya perijinan dan pemandu dari ranger Taman Nasional sebesar 200 ribu rupiah, sehingga totalnya 1,4 juta rupiah.

Menuju ke Anak Krakatau

Perjalanan dari Sebesi ke Anak Krakatau memakan waktu sekitar 2 jam. Makin mendekati Anak Krakatau, gelombang laut pun makin tinggi dan ganas. Kami yang awalnya duduk-duduk di atap kemudian beringsut turun dan masuk ke dalam karena goyangan kapal makin kencang sambil berdoa semoga tidak terjadi apa-apa.

Begitu kapal merapat ke bibir pantai Anak Krakatau, saya langsung menginjak-injakkan kaki di atas pasir hitam karena kegirangan. Maaakk!! Anakmu ini menginjakkan kaki di Anak Krakatau!!

Gerbang Taman Nasional Cagar Alam Krakatau

Ketika kami tiba, kami melihat beberapa tenda tengan berdiri di depan gerbang Taman Nasional Krakatau. Selama aktivitas vulkanik Krakatau dinyatakan aman, kita diperbolehkan mendaki ke puncak, berkemah, bahkan melakukan snorkeling dan diving di sekitar Anak Krakatau.

Bersama pemandu, kami melakukan trekking dan mendaki hingga ke puncak Krakatau. Awalnya kami harus menembus gelapnya “hutan tropis” mini sebelum pada patok nomor 4 pada ketinggian sekitar 400 meter dpl, kondisinya sudah berubah menjadi jalur pasir bekas longsoran lahar dan beberapa pohon pinus.

Hingga patok nomor 5 pada ketinggian 500 meter dpl, vegetasinya sudah berubah menjadi rerumputan. Lepas dari patok nomor 6-7 pada ketinggian 600-700 meter, vegetasi sudah hampir tak ada dan hanya pasir dan batuan vulkanik. Mulai dari patok nomor 5 inilah sudut pendakian berubah curam.

Kami mendaki hanya sampai bibir kawah bekas letusan tahun 1992 pada patok nomor 12 atau pada ketinggian 120 meter dpl. Kami tidak bisa mencapai ke atas lagi karena puncak Anak Krakatau masih aktif mengeluarkan gas belerang. Total ketinggian puncak Anak Krakatau saat kami berkunjung adalah 334 meter dpl.

Ketinggian dan luas pulau Anak Krakatau yang muncul pada periode 1927-1929 ini akan terus berubah seiring dengan aktivitas vulkaniknya. Bahkan dari tengah kawah yang terbentuk ketika ledakan tahun 1992 kini telah menjulang puncak baru.

Gunung Rakata di latar belakang merupakan salah satu sisa letusan Gunung Krakatau Besar

Berawal dari sebuah gunung bernama Krakatau Besar berbentuk kerucut yang kemudian meletus besar hingga terbentuklah Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan Pulau Sertung.

Aktivitas di kaldera Krakatau di bawah laut yang terus bergejolak akhirnya memunculkan 3 gunung baru di atas Pulau Rakata, yaitu Gunung Rakata, Gunung Danan, dan Gunung Perbuatan.

Pada tanggal 27 Agustus 1883, terjadi letusan besar yang akhirnya menenggelamkan Gunung Danan dan Gunung Perbuatan dan hanya menyisakan Gunung Rakata. Kaldera yang terbentuk dari ledakan ini memiliki diameter hingga 7 Km.

Aktivitas vulkanik di dasar laut Krakatau terus bergejolak hingga pada periode 1927-1929 terbentuklah pulau baru yang kini dinamakan Anak Krakatau.

Proses terbentuknya Anak Krakatau

Setelah puas menjelajah puncak Krakatau, kami kembali turun sebelum semakin sore. Melihat pantai dengan air jernih, badan rasanya gatal kalo tidak nyemplung. Kami pun kalap dan berkecipak-kecipak nyemplung ke laut!

Nyemplung di pantai Anak Krakatau

Anak buah kapal berteriak-teriak ke arah kami untuk segera naik ke kapal dan segera kembali ke Sebesi. Selain takut kesorean, ternyata kami disuguhkan pemandangan dahsyat di atas laut ketika pulang.

Di barat, mentari lambat-lambat mulai tenggelam. Anak Krakatau yang gagah nampak tertidur di samping Pulau Sertung yang sekilas berbentuk mirip paus membentuk siluet dahsyat.

Siluet Anak Krakatau dan Pulau Sertung di senja hari

Mendekati Pulau Sebesi, langit sudah gelap. Di kejauhan, di bagian daratan Lampung, kami melihat petir berkilat-kilat teredam mendung pekat. Sepertinya hujan deras tengah mengguyur Lampung. Kami pun bisa dengan jelas melihat rasi bintang scorpio di langit utara, suatu hal yang sangat langka kami temukan di Jakarta. Suara bising mesin kapal tak lagi kami hiraukan.

Kapal yang kami tumpangi tidak memiliki penerangan sama sekali. Kami hanya mengandalkan satu-satunya senter yang dibawa oleh seorang rekan. Begitu kami tiba di dermaga, suasana pun gelap gulita.

Kami berjalan kembali ke penginapan yang untungnya ada genset pribadi di rumah tersebut, sehingga rumah tempat kami menginap lebih terang daripada rumah lain yang menggunakan penerangan lampu minyak (lampu teplok).

Suasana pagi di Dermaga Sebesi

Keesokan paginya, kami menghabiskan waktu bermain-main dan menyusuri pantai di Pulau Sebesi. Setelah berburu sunrise di dermaga dan makan nasi udduk di warung sebelah penginapan, kami menyurusi pantai hingga mencapai kawasan hutan bakau di sebelah timur laut kemudian berganti arah menuju barat laut untuk menemukan pantai yang teduh untuk mandi-mandi.

Kami pun akhirnya mandi-mandi di pantai dengan pemandangan langsung ke Pulau Umang (masyarakat menyebutnya juga Pulau Umang Umang).

Bermain di pantai Pulau Sebesi

Setelah membersihkan diri dan berkemas, kami meninggalkan Pulau Sebesi sekitar pukul 12 bareng dengan rombongan IBP.

Selama perjalanan, kami mengalami 2 kali senja di atas laut. Pertama ketika kami kembali dari Anak Krakatau dan yang kedua ketika kami berada di atas feri KM Raja Basa I yang membawa kami dari Bakauheni ke Merak. Lagi-lagi kami mendapat pemandangan senja yang menakjubkan!

Menikmati senja di atas kapal feri

Postingan terkait:

44 comments

  1. saya punya e-ticket itu satu, kang. ceritanya waktu 2009 dulu nyeberang ke bali, saya salah ferry. jadi gak ada yang ngambil e-ticket itu dari saya. hehe.. fyi, lucunyc di pelabuhan ketapang dan gilimanuk, e-ticketnya gak dimasukin ke mesin. malah diambil lagi oleh petugas. :mrgreen:

    mengenai krakatau, “gosipnya” sih letusannya yang dulu memisahkan jawa dan sumatra. ngeri aja membayangkan sedahsyat apa letusannya. 😀

    keknya enak juga tuh snorkling di pulau sebesi. airnya jernih.. kalo ikannya bagus-bagus, dahsyat tuh. 😀

  2. Kalo ngeliat dari bentuk pulau, bukan tidak mungkin dulu Jawa dan Sumatera itu pernah satu daratan. Tapi kalo letusan Krakatau yang membuat kedua pulau ini terpisah, sepertinya bukan.

    Gunung Krakatau Besar sudah berada di tengah Selat Sunda, yang berarti kedua pulau ini sudah terpisah sebelumnya.

  3. kalau jembatan selat sundanya sudah jadi, nanti bisa dibuat gerbang keluar di masing2 pulau kali yaaa, jadi bisa rame tempatnya hihihih

    *aku komen zam! hihihi*

  4. Maaakk!! Aku belum kesampaian pergi ke Krakatau…hiks!! Ngiler liat foto2-nya, pake ilmu HDR-nya Kang Suprie kayaknya bisa makin syip lagih 😀 Ngilerrr Kang!!!

  5. untuk menginap bisa di Sebesi, namun lebih baik izin dulu untuk menginap. Jika ingin menginap di Anak Krakatau juga bisa, tentu harus izin ke jagawana Taman Nasional Krakatau.

  6. sekali lagi saya katakan, saya iri sama kehidupanmu yang penuh petualangan itu zam, bebas seperti tak terikat apapun, kamu bisa kemana aja yg kamu mau, sangat mengesankan.

  7. Nyadar gak sih kang klo kita sebenernya ktemuan 3 kali di krakatau …

    1. Di Dermaga Canti waktu mas lg mw berangkat ma anak2 IBP (yg ujan2 itu lho, saya baru dateng dari bakauheni),

    2. Truz yg pas mas foto2 di pantai anak gunung krakatau (kan kutu ma temen2 lg ngecamp di situ, inget gak mas?),

    3. Truz yg terakhir di puncak krakatau (pas mas turun mau pulang, kutu dan temen2 baru nyampe di atas)

    Hee hee, dunia mang gak selebar daun kelor, cuma kutu malu ja mw nyapa mas, abis kayaknya lg sibuk bgt ma temen2nya, cek deh cerita kutu di krakatau :

    http://adityahadi.wordpress.com

  8. Snorkeling biasanya dilakukan di sekitar Pulau Umang-Umang dan Pulau Sebuku. Di sekitar kedua pulau ini spotnya bagus. Namun dipersilakan membawa alat snorkeling sendiri.

    Untuk diving, sekitaran Anak Krakatau juga oke, namun kudu berhati-hati karena aktivitas vulkanik di sekitar Anak Krakatau yang masih tak dapat terduga.

  9. iri banget kalo mampir ke blog bro nie….

    Bagus banget postingan dan photo photonya, maknyus trus bikin org pengen ikutan jalan jalan dehhh…..

  10. Seperti biasanya…senang mendengar ceritamu dan gambar-gambar nya bagus…serasa ikut berpiknik.

    Betul…piknik enak jika maksimum 10 orang…rame ,tapi masih mudah mengkoordinirnya, apalagi jika karakter dan selera hampir mirip

  11. Mas, saya rencana mau ke pulau sebuku, kira2 rekomen dan aman gak ya kalo bawa anak2 di bawah 5 tahun?

    Mengenai penginapannya di pulau sebuku gimana mas?

    Mohon infonya mas.

    Tks.
    salam

  12. kalo membawa anak umur 5 tahun, mungkin agak rawan ya, karena P. Sebuku bukan pulau wisata. ditambah transportasinya agak susah. untuk penginapan, seperti yang saya tulis, tidak ada. paling cuma bisa menyewa rumah penduduk.

  13. Hi,

    Asiik bener reportnya..foto paginya kereen!
    Berminat kesana lagi ngga?

    Aku pengen ngumpulin beberapa temen untuk pergi kelompok kecil. Para tukang poto.

    Qlo itung”an biayanya, waktu itu abis berapa?

    Thanks before.

  14. TeOPe BeGeTe Mas.. Keren Cerita n Foto2nya..
    Jadi pengen ke Sebesi n Krakatau..

  15. ha ha ha, pantes perasaan pernah lihat sang pemilik blog ini :D, ternyata kita pernah ketemu di sebesi.

    btw kok foto-foto ‘janda’-nya ngga diupload sih :p

  16. sekali lagi saya katakan, saya iri sama kehidupanmu yang penuh petualangan itu zam, bebas seperti tak terikat apapun, kamu bisa kemana aja yg kamu mau, sangat mengesankan.

    Boleh tukar links gak biar banyak temen… kutunggu konfrimnya

Comments are closed.