Langit Ubud yang mendung, rupanya tak menyentuh kawasan Puri Peliatan, tempat diselenggarakannya upacara Pitra Yadnya Pelebon Ida Dewagung Peliatan, Raja Puri Agung Peliatan IX, yang meninggal pada tanggal 21 Agustus 2010 lalu.
Upacara Pelebon sendiri merupakan sebutan untuk upacara Ngaben, upacara kremasi jenazah yang dilakukan khusus untuk kaum raja dan bangsawan. Upacara Pelebon yang diselenggarakan tanggal 2 November 2010 di Bali kali ini bisa dibilang sebagai upacara ngaben termegah untuk saat ini.
Enam belas Pedande tampak sibuk membakar sesaji untuk menolak hujan. Asap yang memedihkan mata yang berasal dari bakaran sabut kelapa dan serpihan kayu merupakan media untuk mengirim doa agar hujan tidak turun di kawasan upacara.
Meski hujan merupakan salah satu berkah bagi kepercayaan umat Hindu, namun kali ini hujan diharapkan untuk tidak turun di hari yang penting ini.
Sebuah bade tumpang solas atau tempat pengusung jenazah bertingkat sebelas tampak menjulang. Bade setinggi 25,5 meter ini memang dibuat spesial, sesuai dengan status sosial si jenazah.
Bila pada umumnya keluarga kerajaan non raja atau bangsawan biasa memakai bade bertingkat tujuh atau sembilan, rakyat strata terendah memakai bade bersusun hanya satu atau tiga, maka raja memiliki bade bersusun sebelas, yang juga mencerminkan jumlah tingkatan bade paling tinggi dalam strata sosial di Bali.
Rangkaian upacaranya sendiri diawali dengan beberapa prosesi. Beberapa hari sebelumnya diadakan upacara mendak atau penjemputan Naga Banda (patung berbentuk naga) dari Puri Ubud ke Puri Peliatan yang berjarak kurang lebih dua kilometer. Patung naga berwarna keemasan ini diusung oleh ribuan orang.
Naga Banda merupakan salah satu sarana upacara Pelebon yang dibuat untuk raja atau keluarganya. Selain Naga Banda, sarana penting lainnya adalah patung lembu putih berbalut kain lembut yang khusus didatangkan dari Norwegia juga akan mendampingi kremasi jenazah Raja Peliatan IX, Ida Dewagung.
Patung lembu ini begitu sempurna, sehingga sulit untuk dibedakan bila hanya melihat sekilas. Pahatan yang rapi berpadu perhiasan emas menghiasi bagian kepala, leher, dada, dan kaki patung membuatnya terlihat lebih megah.
Patung lembu setinggi 5 meter ini adalah simbolisasi kesucian kasta Ksatria. Kasta Ksatria yang di dalamnya termasuk raja ini akan mengendarai lembu menuju nirwana. Untuk kasta lain biasanya mengendarai singa.
Perangkat-perangkat pendukung Pelebon berupa bade, Naga Banda, Patung Lembu, dan perangkat lainnya sebelum digunakan wajib disucikan terlebih dahulu pada upacara Pemlaspas. Air suci yang digunakan pun bukan air sembarangan karena air diambil dari mata air suci melalui upacara Ngening.
Pelebon sendiri pada hakikatnya adalah pengembalian wujud manusia pada esensinya, yaitu lima elemen yang dikenal dengan Panca Maha Buta (tanah, udara, api, air, dan eter).
Melalui media pembakaran, abu yang dihasilkan merepresentasikan tanah, uap dan asap yang dihasilkan adalah manifestasi udara, api yang menjilat jilat adalah amarah (keburukan) yang sirna, dan sisa tulang belulang yang dihaluskan dan dicampur dengan air merepresentasikan air.
Esensi raga yang berunsur air ini kemudian dilarung ke laut. Dengan purnanya prosesi Pelebon, secara fisik mendiang Raja Ida Dwagung akan sempurna kembali ke asalnya, yaitu rohnya akan pergi ke nirwana.
Sedangkan bagi keluarga yang ditinggalkan, Pelebon juga mengandung banyak arti. Salah satunya adalah sebagai cara untuk melupakan satu sama lain: keluarga tak boleh lagi mengingat-ingat raja dan raja tak lagi mengingat-ingat keluarganya.
Pelebon ternyata juga menjadi sarana bagi keluarga untuk memanjatkan pengharapan kepada Sang Hyang Widhi, supaya kelak raja yang dikremasi bereinkarnasi menjadi karakter yang lebih baik dari sebelumnya.
Ndak heran kalo pihak keluarga rela merogoh kocek dalam-dalam demi mengadakan upacara Pelebon dengan semegah-megahnya. Mereka percaya bahwa keindahan, kemegahan, dan kesempurnaan fisik dari sarana Pelebon seperti bade, Lembu, Naga Banda dan lainnya menyimbolkan kebaikan.
Almarhum Ida Dewagung Peliatan adalah keturunan Raja Peliatan pertama dari pasangan Ida Tjokorda Gde Rai dan AA Istri Mas. Beliau diangkat atau Mabhiseka Ratu (gelar) sebagai Raja Peliatan IX sejak 5 Juni tahun 2001.
Selamat jalan, Ida Dewagung Peliatan!
Info lengkap tentang Pelebon dan acara-acara menarik lainnya bisa didapat di situs Indonesia.Travel.
mantep! jalan jalan terus…
jadi ngaben itu nama kegiatannya dan pelebon nama upacaranya? gitu gak sih, mas?
Ngaben itu sebutan untuk masyarakat biasa, sedangkan Palebon itu Ngaben untuk kalangan raja. Intinya sama, kremasi jenazah. 🙂
Kapan jalan2 lagi? Mbok saya di ajak2 (ngarep) saya mau mau numpang nanya boleh gak?
belum kesampaian ingin ke bali….. berkutat di di Belitung terus neh….
salam kenal!
blog keparat!!! marahi ngiri…
duh jadi pengen ke bali lagi
http://doktergigibandung.com/
upacaranya keren abis!!!!
http://dokterkulitbandung.com/
nice blog…
ditunggu kunjungan baliknya..
😀
Kayaknya sebentar lagi akan ada posting baru lagi nih
ditunggu postingan liburan tahun barunya
wah acaranya cukup meriah ya, kok ya pas saya nggak disana
kapan yah bisa ke bali lagi…. jalan2 yuk
jarang lo ada acra itu,selama kami di bali,kami belum pernah liat acra itu secara langsung..bersyukur deh yg udah pernah liat
Nah ulasan seperti ini yng perlu terus dibuat agar kita semua bisa faham akan akar dan khazanah budaya dalam negeri sendiri.. nuhun pisan reportasenya, juragan… salam hangat dari Kuwait…
bolak-balik ke sini belum update2 lagi. 😀
kalau ngaben biaya’a lebih murah apa mahal dibanding PALEBON
wah ane mau ke Bali gan jadi’a
Artikel dan snapshot foto yang menarik. Salam http://fis.uii.ac.id/
mohon komentarnya,,,,,,,,,,,,,,,,
http://blog.umy.ac.id/sadatdisini/
salam kenal….saya suka blog ini
huhuhu… sayangnya setiap ke Bali pas ga ketemu upacara besar.
SERIUS INI TULISAN TERAKHIIIR?! APDEET! *ctaar* *ctaar*
mantap cih,,,
sayangilah kebudaya kita,,
jangan sampe kebudaya kita musnah .
“Pelabon=ngaben”????
Kebudayaan yang tak ada di daerah lain,, maka harusnya dilestarikan,,