Marhaban yaa Ramadhan!
Semoga kita menjadi lebih baik!
Marhaban yaa Ramadhan!
Semoga kita menjadi lebih baik!
Kompleks Bioskop Megaria yang terletak di pertigaan Jalan Cikini Raya, Jalan Diponegoro, dan Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat ini rupanya menyimpan cerita kuliner nostalgia.
Ayam bakar khas Solo ini selain mempunyai cerita historia tersendiri, juga membawa nuansa nostalgia rasa ayam bakar tempat saya besar, Solo.
Berada di Pelabuhan Sunda Kelapa, mengamati aktivitas bongkar muat barang di sana, membuat saya menelaah kembali lirik lagu, “nenek moyangku orang pelaut..”
Mungkin ndak banyak yang tahu, kalo di pelabuhan yang saya kunjungi tersebut merupakan cikal bakal lahirnya Jakarta.
Masih di seputaran Kota Tua, saya pun mengunjungi Museum Bank Indonesia, yang terletak di Jl. Pintu Besar Utara No. 3, Jakarta Barat.
Museum ini kembali membuat saya takjub. Konsep museum yang ditawarkan oleh Museum BI ini sangat keren dan berbeda dengan museum-museum lainnya.
Rasa penasaran saya terhadap bangunan berarsitektur Indische dengan gaya Nieuw-Zakelijk yang terletak di depan Stasiun BEOS (Jakarta Kota) tertuntaskan sudah.
Museum Bank Mandiri, nama gedung itu benar-benar membuat saya puas dan merasakan nuansa berbeda dari museum-museum yang saya kunjungi sebelumnya.
“Setelah hampir duapuluh tahun tidak ada yang merayakan ulang tahun saya”, ucapan lirih penuh haru itu keluar dari mulut Kang Gembul, malam itu.
Saya bisa merasakan keharuan yang terpancar dari ekspresi dan pancaran matanya. Meski dia tertunduk malu-malu, namun saya yakin di sudut hatinya diselimuti rasa bahagia yang membuncah.
Berawal dari rasa penasaran saya terhadap nama menu yang cukup terkenal di Bogor ini, saya pun akhirnya mencobanya.
Rasa penasaran saya semakin bertambah apalagi setelah melihat begitu banyak orang yang rela antri berdiri-diri hanya demi menikmati sepotong daging ayam.
Sebenernya kapan sih waktu yang mantab untuk makan bubur ayam? Pagi? Siang? Malam? Urusan buryam begini, si Nona van Bogor lebih pandai berpantun, eh menuntun. 😀
Namun pas Ngubek Pasar Subuh Blok M beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan sensasi berbeda dari bubur ayam. Menikmati bubur ayam dengan backsound adzan Subuh! :))
Saya jadi teringat tebak-tebakan jaman kecil dulu. “Penjual apa yang menjajakan dagangannya dengan cara menangis?”
Yak, pedagang Kue Putu, jawabannya. Bukan karena penjualnya beneran nangis, namun suara “hhuuuuuuu” panjang dari cerobong peluit yang tertiup uap air yang mirip dengan suara tangisan inilah sebabnya.