Seniman sekaligus arsitek Belanda bernama W.O.J Nieuwenkamp menulis di dalam bukunya yang berjudul Fiet Borobudur Meer (Danau Borobudur) pada tahun 1931, konon dahulunya Candi Borobudur dibangun di atas sebuah danau purba, sehingga seolah-olah bentuk Borobudur seperti ceplok bunga teratai yang mengapung di atas kolam sebagai perwujudan tempat kelahiran Sang Budha.
Bersama teman-teman dari forum National Geographic Indonesia regional Yogyakarta, saya berkesempatan menelusuri jejak-jejak danau purba di sekitar Borobudur, yang membuat saya seolah-olah sedang kuliah lapangan!
Saya mendengar pernyataan ini langsung dari Ir. Helmy Murwanto, M.Sc., Ir. Sutarto, M.T., dan Dr. Sutanto, tim peneliti dari UPN Veteran Yogyakarta yang telah melakukan penelitian terhadap materi-materi tanah di sekitar Borobudur sejak tahun 1996 hingga sekarang untuk membuktikan hipotesa Nieuwenkamp.
Hipotesa danau purba Nieuwenkamp dianggap sebuah mitos oleh Van Erp, pemimpin tim pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1907-1911 dari Belanda. Menurut Van Erp, hipotesa ini ngawur karena tidak didukung bukti-bukti kuat seperti prasasti tentang adanya danau di kawasan itu.
Hipotesa Nieuwenkamp ini lah yang membuat Pak Helmy yang orang Muntilan, Magelang, ini bersama kawan-kawannya tertarik meneliti materi endapan lempung hitam yang ada di dasar sungai sekitar Candi Borobudur yaitu Sungai Sileng, Sungai Progo, dan Sungai Elo.
Sampel lempung hitam yang sekilas bentuknya seperti arang basah ini kemudian diteliti dengan analisis radio karbon C-14. Ternyata lempung hitam ini banyak mengandung serbuk sari (pollen) dari tanaman komunitas rawa atau danau, antara lain Commelina, Cyperaceae, Nymphaea stellata, dan Hydrocharis, juga fosil kayu. Dalam bahasa populer, flora ini adalah tanaman teratai, rumput air, dan paku-pakuan yang mengendap di danau saat itu. Dari analisis ini pula diketahui ternyata endapan lempung hitam bagian atas berumur 660 tahun.
Pada tahun 2001, Pak Helmy dan tim melakukan pengeboran lempung hitam pada kedalaman 40 meter. Setelah dianalisis dengan radio karbon C-14 diketahui lempung hitam itu berumur 22 ribu tahun. Maka dari hasil ini bisa disimpulkan kalo danau ini sudah ada sejak 22 ribu tahun lalu (zaman Plistosen), dan berakhir di sekitar akhir abad ke-10 hingga abad ke-13.
Candi Borobudur konon dibangun di atas daratan (bukit) yang terbentuk karena timbunan endapan-endapan material vulkanik dari beberapa gunung di sekitarnya, yang terbawa oleh sungai-sungai yang bermuara ke danau ini, antara lain Sungai Pabelan dari Gunung Merapi, Sungai Elo dari Gunung Merbabu, Sungai Progo dari Gunung Sumbing dan Sindoro.
Sungai-sungai yang ada sekarang di sekitar Borobudur dulunya bermuara di danau purba ini. Namun seiring terbendungnya aliran-aliran sungai oleh material vulkanik, akhirnya danau ini mengering dan membuat sungai-sungai yang dulunya bemuara di danau ini mencari jalurnya sendiri hingga sekarang mengarah ke Laut Selatan.
Namun ada teori lain yang mengatakan bahwa danau ini sudah mengering jauh sebelum Borobudur dibangun, yaitu sebelum abad ke-8. Bahkan diperkirakan di lingkungan tersebut sudah terdapat pemukiman penduduk ketika Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra dengan arsitek Gunadharma ini.
Hal ini bisa ditengarai dari pemakaman umum di beberapa desa di sekitar Borobudur yang berumur sebelum tahun 1300. Nisan makam kuno terbuat dari kayu jati relatif tipis, bukan dari batu. Teori ini dikemukakan oleh budayawan Aris Sutomo, penulis buku Temples of Java.
Yang menarik, ada dugaan lain bahwa awalnya danau ini bagian dari laut yaitu terbentuk dari laut yang terjebak, karena ditemukannya beberapa sumur yang airnya asin di di Desa Candirejo, Sigug, dan Ngasinan. Selain itu, bebatuan karang di Bukit Menoreh di sebelah selatan Borobudur ditengarai sebagai karang laut zaman dahulu.
Bila Van Erp mempertanyakan bukti-bukti prasasti, tim Helmy menggunakan prasasti toponim (asal mula penamaan) nama daerah di sekitar Borobudur, yang berkaitan dengan lingkungan air. Misalnya nama desa Bumi Segoro di sebelah barat daya Borobudur, yang mana “bumi” berarti daratan dan “segoro” berarti laut atau danau. Juga ada desa bernama Sabrang Rowo (menyeberang rawa/danau) di sebelah selatan Borobudur.
Penelitian tim dari UPN ini bertujuan untuk mencari tahu sejarah perkembangan lingkungan Borobudur dari waktu ke waktu, mulai dari awal terbentuknya danau, yaitu dugaan air laut yang terjebak hingga berkembang menjadi danau, kemudian danau menjadi rawa, dan rawa menjadi dataran, menggunakan analisis lapisan tanah dan batuan.
Selain tim peneliti dari UPN ini, penelitian serupa untuk membuktikan hipotesa Nieuwenkamp juga dilakukan pernah oleh seorang ahli geologi bernama Van Bemmelen pada tahun 1949.
Dalam bukunya yang berjudul The Geology of Indonesia (Geologi Indonesia), Van Bemmelen menyebutkan di daerah Magelang bagian selatan dulu pernah terbentuk danau yang terbentuk oleh letusan kuat dari Gunung Merapi tahun 1006 M (meski beberapa ahli mempertanyakan catatan tahun letusan Merapi tahun 1006 M ini).
Letusan ini mengakibatkan sebagian puncak Merapi longsor ke arah barat daya, kemudian tertahan oleh Bukit Menoreh bagian timur yang berada di selatan daerah Borobudur. Akibatnya, material longsoran tersebut membendung aliran Kali Progo di timur Borobudur, sehingga terbentuklah genangan yang luas di dataran Magelang bagian selatan. Setelah berabad-abad, sumbatan yang membendung Kali Progo hilang oleh proses erosi, akhirnya danau mengering.
Nah, bila memang benar di sekeliling Borobudur saat itu terdapat danau atau rawa, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah batu-batu ini dibentuk dan bagaimana batu-batu ini dibawa ke bukit Borobudur untuk disusun menjadi candi. Apakah batu dibawa dalam bentuk utuh atau sudah berbentuk potongan-potongan balok batu?
Bila batuan dibawa dalam bentuk balok-balok itu, di manakah bengkel pemotongan batu ini? Bila memang dilakukan di tempat lain, di mana kah letak pemotongan batu ini? Bila batu dibawa dalam bentuk utuh kemudian dibentuk di bukit Borobudur, di mana kah “sampah” batu bekas ukiran dibuang?
Borobudur rupanya mempunyai sejarah dan pesona yang sampai sekarang masih menjadi misteri. 🙂
wah kok nggak ngajak aku zam?
Duh! pertanyaan yg sulit sekali 🙁
Yg pasti Borobudur panase pol!!
wueleh, kegiatanmu sangar tenan Kang, dolanan mbi cah2 National Geographic tur ngoyak sejarah candi…wuih…
Kalau memang benar orang-orang Mataram itu membangun candi di atas danau, berarti bangsa kita ini pintar sekali. Ini hipotesa yang menarik, Mas!
wah…tfs om zam..foto2 huntingnya mana? yg jalan2 🙂 eh btw nda punya foto keluarga yah..btw juga bb mu bisa merekan berapa lama? dan berapa besarnya file?
oh ini rupanya acara yg kemaren itu.
tetep naksir kawosnya 🙂
tiap tahun permukaan borobudur selalu turun 5 cm… apa itu efek dari brbudur yg dulu d bangun d danau..
makin keren aja nih zam, hidup loe indah banget yah, penuh kejutan dan petualangan seru.
Pertanyaannya, misteri dan pesona sebaiknya dinikmati atau justru pertanyakan prosesnya?… saya dua dua nya aja.. tapi yg kedua kalo ngak ada kerjaan 😛
kalo dilihat dari puncaknya sih kelihatan kalo borobudur dikelilingi oleh daerah yang lebih rendah, kang. bisa jadi dahulu memang ada danau.
tapi berhubung tahun pembuataan candi ini belum diketahui secara pasti, sementara kita “nikmati” saja kedua hipotesis ini. lagian kata dosen geologi saya, karena genesanya, sulit sekali menentukan umur batuan beku. maka yang baru bisa dilakukan baru menentukan umur relatif batuan sedimennya. 😀
ehm.. bagaimana kalo kita riwayatnya saja yang kita gali lebih dalam…? :p
wah seru juga ya kalo menilik sejarah dan misteri dari sejara itu sendiri.
kalau memang bebatuan itu di bawah ke tengah bukit borobudur berarti orang2 jaman dulu memang sakti2 😀
dulu ada film tentang pembuatan candi borobudur ini, yang jadi gunadarma teddy syah … sayang lupa cerita detailnya… jadi ngga bisa ikutan ngomong soal hipotesis … 😀
jaman mbiyen, simbokku seneng ndongeng macem2…simbokku pinntr ndongeng lah pokoknya! lha saiki, simbokku udah males ndongeng lagi…jebulnya, mas zam jago ndongeng kayak simbokku… (sleeping) (:| |-)
Selengkapnya, lihat di NGI edisi Maret nanti ya… Seru!
Dan, sstttt gratis poster borobudur khas NGI.
*iklan
akhirnya kembali dirimu mengubek2 batuan yang tersusun rapi kang…..i like it
mbudur, progo, elo dan sekitarnya, masih terasa akrab dengan hati saya zam…..
lah, foto sampean mana mas
wah liputan yg menarik bung…
info yg menarik… sip
weh..ternyata dulunya danau ya..
tapi udah lama banget ya.
Wah piye carane borobudur biar laku dijual untuk wisata internasional..??? pasang atas dan diberi AC mas keliling sama lift….biar orang yang sakit jantung gax matek di tangga..saya pas kesana juli 2009 ada ibu2 kena serangan jantung..dah gitu gemuk lagi…penangannya..lambuaattt banget..gak cakcek..ambulan datang dua wis podo ae..gak sigap….wis ngono ae..piye upomo borobudur dipasang atap biar pengunjung gak kehujanan….Lhoo…ket sD aku asal ke borobudur mendung gelap langsung kocar-kacir…wis wisata kacau pokoke..
kayaknya seru tuh melirik sejarahnya.
batu purba di mana ? sich gtw >_<
nice post….!!!
visit me ok…
fmipa unand
hmmmm….sepertinya orang jman dulu bisa jalan di atas air yaaa….omong lem perekat batu-batunya pake apa y??:-D
Ini acara kapan, wah2 terlewakan…..Miss
fotonya keren mas.
semoga sukses.