Guilin, China, memiliki hamparan bukit karst terbesar di dunia. Sejak dulu hingga kini, banyak literatur kuno dan kasusastra modern China yang terinspirasi dari keindahan bukit-bukit karst ini. Salah satu karya puisi yang terkenal adalah puisi karya Han Yu, penyair pada era Dinasti Tang yang berbunyi, “The river winds like a blue silk ribbon, while the hills erect like green jade hairpins.”
Selain bukit-bukir karst, Sungai Li (Li Jiang) merupakan denyut nadi utama dari Guilin. Mulai dari aspek pertanian hingga pariwisata, sangat menggantungkan hidupnya kepada sungai sepanjang 437 Km yang hulunya terletak di Cat Mountain di Xing-an hingga ke Guangzhuo.
Dari 437 Km panjang sungai itu, 83 Km di antaranya adalah kawasan dengan pemandangan terindah. Dan untungnya, kawasan ini berada di Guilin. Ndak heran kalo Sungai Li ini dijadikan daya tarik utama pariwisata Guilin.
Untuk menyusuri Sungai Li ada banyak cara. Bila di dalam kota Guilin, kita bisa menaiki rakit bambu atau ikut kapal tur wisata “2 sungai dan 4 danau” (2 rivers and 4 lakes cruise), maka bila ingin melihat lukisan alam seperti yang digambarkan oleh Han Yu dalam puisinya, kita harus ikut tur melalui agen perjalanan.
Semua agen perjalanan di Guilin dan penginapan juga menyediakan paket wisata ini yang harganya cukup kompetitif. Biasanya perbedaannya terdapat di fasilitas yang didapat selama tur. Misalnya ada yang paket makan siang, jemputan dari/ke penginapan, dan sebagainya.
Namun kita harus berhati-hati karena banyak juga agen-agen perjalanan abal-abal yang sering menjerumuskan para pejalan. Sebaiknya menggunakan agen perjalanan yang terkenal, meski haganya agak mahal, namun jelas dan terjamin.
Secara umum ada 3 paket yang biasa ditawarkan, menggunakan rakit bambu, kapal biasa, atau kapal wisata. Rakit bambu adalah yang paling murah (sekitar 180 Yuan) dan kapal wisata yang termahal (sekitar 500 Yuan).
Ini pertama kalinya saya ikut tur. Biasanya saya lebih suka melakukan perjalanan secara mandiri. Namun kali ini saya ingin ikut tur karena berbagai pertimbangan, yaitu rute yang ditempuh lebih jauh, memakan waktu sekitar 4 jam, mendapat fasilitas makan siang di atas kapal, dan ini yang terpenting, ada pemandu berbahasa Inggris. 😀
Pukul 8 pagi kami sudah dijemput di penginapan. Bener-bener tepat waktu. Setelah dijemput dengan mobil van kecil, kami kemudian di-drop di titik pemberangkatan, berganti naik bus besar. Rombongan kami adalah para wisatawan dari Eropa, bahkan dari rombongan, cuma kami saja yang orang Asia.
Wisatawan yang ikut rombongan ini pun terdiri dari berbagai gaya, ada yang memang niat berwisata bareng keluarga, pasangan pensiunan yang ingin menikmati hidup di hari tua dengan foya-foya, hingga backpacker lengkap dengan tas-tas punggung segede kulkas 2 pintu.
Yangyang, nama pemandu kami, membagikan stiker untuk ditempelkan di pakaian sebagai tanda pengenal kelompok. Dia menamakan kelompok kami Panda Group, lengkap dengan bendera yang dipasang pada tongkat yang bisa dipanjang-pendekkan sebagai tanda agar kami bisa dengan mudah berkumpul bila terpisah selama tur.
Perjalanan tur dimulai dari Dermaga Zhujiang yang terletak sekitar 23 Km di selatan pusat kota Guilin. Kami akan menyusuri bagian tercantik dari Sungai Li, sejauh 83 Km menuju ke Yangshuo, semacam kota kecil di selatan Guilin. Yangshuo ini lah yang menjadi daya tarik utama Guilin, karena menawarkan kecantikan alam dan budaya yang unik.
Kapal bergerak dengan kecepatan sekitar 20 Km per jam, sehingga waktu tempuh kami adalah 4 jam. Sejak dari dermaga kami disuguhi pemandangan bukit-bukit karst yang diberi nama sesuai dengan bentuknya.
Ada bukit yang sekilas berbentuk seorang ibu menggendong anak, bukit dengan bentuk seperti unta, berbentuk seperti kepala kerbau, hingga seperti mahkota. Kami melewati Desa Yangdi, di mana banyak sekali penduduk desa yang mendekati kapal dengan menggunakan rakit bambu, kemudian dengan mengikatkan rakit mereka ke kapal dan ikut bergerak dengan kapal, mereka menawarkan suvenir berupa topi rajutan atau pernak-pernik lain kepada wisatawan yang berada di atas kapal.
Lewat Desa Yangdi, kami menuju ke Desa Langshi, yang dipercaya berada pada lokasi dengan Fengshui terbaik, yaitu menghadap ke sungai dan berlatar belakang bukit dan gunung. Lokasi ini menurut kepercayaan Fengshui, merupakan lokasi yang amat sangat menguntungkan. Bahkan ketika kita melewati desa ini, kebaikan dan keuntungan desa ini akan mengikuti kita.
Landmark lain yang terkenal di sepanjang sungai ini adalah bukit yang diberi nama Painted View of Nine Horses, yang mana wisatawan dipersilakan untuk berimajinasi menggambarkan bentuk 9 kuda. Bila kita berhasil menemukan bentuk 9 kuda dari bukit ini, maka dipercaya kita akan mendapat keberuntungan, karena biasanya hanya beberapa orang beruntung saja yang bisa melihat bentuk 9 kuda.
Pemandangan lain yang terkenal adalah yang diberi nama Yellow Cloth Shoal, pemandangan bukit yang tercermin oleh permukaan air, dengan “pantai” berpasir berwarna kuning di tepinya. Saking terkenalnya, gambar ini menjadi semacam gambar standar brosur-brosur wisata atau kartu pos. Bahkan kita juga bisa menemukan pemandangan ini pada uang kertas 20 Yuan. Pemandangan ini pula lah yang seolah-olah menjadi “penutup” dari tur, karena selepas melewati area ini dan masuk ke Desa Xing Ping, pemandangannya sudah tidak begitu istimewa.
Meski begitu, perjalanan masih jauh, sekitar 1 jam hingga ke Dermaga Yangshuo. Bila mau, kita bisa memanfaatkan waktu ini untuk tidur siang sebentar.
Setibanya di Yangshuo, kami langsung dikerubuti para pedagang suvenir dengan sapaan khas mereka, “hello.. hello..”. Karena banyaknya pedagang yang menyapa dengan kata “hello” ini, pasar ini kemudian disebut dengan nama Hello Market.
Selama di Hello Market, ada tips umum yang belaku di sini, yaitu menawar harga hingga sepertiga harga yang ditawarkan. Bila tidak berminat membeli atau cuma sekadar melihat-lihat, disarankan untuk tidak menanyakan harga. Sekali bertanya, berarti berminat membeli. Pedagang akan membuka harga dan kita akan diminta menawar.
Jika kelepasan menanyakan harga, cara yang ampuh untuk menghindar adalah menawar dengan harga serendah mungkin supaya tidak tercapai kesepakatan harga. Tips lain, usahakan bila membayar menggunakan uang pas. Uang palsu banyak beredar di sini, sehingga kadang kembalian yang diberikan pedagang adalah uang palsu.
Yangshuo sendiri luasnya kurang lebih 1,4 Km persegi. Yangshuo memiliki sisi yang unik. Di satu sisi kebudayaan barat sudah sangat umum karena daerah ini merupakan daerah favorit para backpacker, sehingga tidak jarang ditemukan pub dan bar, namun di sisi lain kebudayaan China masih sangat kental melekat dengan kuat.
Bangunan-bangunan tua dari kayu mendominasi. Papan-papan nama bertuliskan aksara China banyak bergantung, berdiri berdampingan dengan bangunan batu dengan pub dan bar ala western. West Street (Xie Jie) adalah jalan protokol di Yangshuo di mana penginapan, restoran, kafe, pub, dan bar ala barat berdiri.
Pemandangan alamnya yang cantik adalah daya tarik mengapa banyak wisatawan datang ke sini. Bukit-bukit karst berpadu dengan Sungai Li plus arsitektur tua China klasik yang khas, merupakan pemandangan cantik yang tak bisa ditemukan di mana pun.
Kami pun meneruskan tur dengan mengikuti Country Side Tour dengan membayar 200 Yuan karena penasaran. Kami dibawa menuju ke sisi desa di Yangshuo yang masih tradisional. Di desa ini, saya baru tau asal muasal tradisi dan kebiasaan masyarakat China.
Misalnya pada rumah-rumah bergaya klasik China, terdapat kertas mantra berwarna merah menempel di kanan-kiri pintu serta gambar perwira langit berwajah seram menempel di daun pintu, mempunyai maksud untuk mengusir roh jahat.
Di bagian kusen atas, terdapat cermin dan di bagian bawah terdapat balok melintang untuk semacam penghalang. Cermin dipasang supaya setan (yang digambarkan sangat jangkung) ketika hendak masuk melalui pintu akan melihat wajahnya sendiri yang menyeramkan sehingga ketakutan.
Sedangkan penghalang di bagian bawah pintu dimaksudkan untuk menghalangi setan yang digambarkan berjalan dengan melompat-lompat (masih ingat cara jalan vampire di film-film China?), sehingga si setan akan tersandung dan tidak dapat masuk ke dalam rumah.
Rumah-rumah di desa ini kebanyakan belum selesai dibangun. Konon para pemuda desa membangun rumah ini dengan uang seadanya, yang penting punya rumah dulu, karena syarat pria untuk menikah adalah mempunyai rumah.
Di atas kusen pintu, terdapat 2 balok menonjol keluar dengan diameter yang menunjukkan status sosial si pemilik rumah. Makin lebar diameter balok, makin tinggi derajatnya. Pasangan yang hendak menikah sebaiknya mempunyai derajat yang sama. Bila derajat sang pria kebih tinggi dari wanita, maka si wanita tersebut harus rela dijadikan sebagai istri kesekian.
Sebaliknya bila derajat si wanita lebih tinggi daripada pria, maka si pria harus mengikuti marga dan garis keluarga si wanita.
Namun, di antara bangunan-banguna rumah yang sederhana, terdapat sebuah bangunan megah yang sangat menonjol. Sebuah lambang palu-arit nampak terpasang lengkap dengan bendera Wu Xing Hong Qi (bendera nasional China). Rupanya bangunan yang bagus ini adalah kantor pertemuan partai komunis China.
Kami kemudian berpindah menuju Yu Long Bridge, sebuah jembatan batu berusia 600 tahun, yang melintasi Sungai Yu Long, salah satu anak Sungai Li. Nama Yu Long sendiri berarti “bertemu naga”. Menurut cerita rakyat, seekor naga dari laut timur tengah berjalan-jalan menyusuri sungai ini, kemudian terkesima dengan pemandangan alam yang cantik, akhirnya menetap. Beberapa penduduk konon melihat naga dari jembatan ini, maka disebutlah sungai dan jembatan ini Yu Long.
Dari atas jembatan Yu Long, pemandangannya sungguh cantik. Sekilas saya seperti melihat wallpaper pada komputer Microsoft Windows. Tak jauh dari jembatan ini, terdapat dermaga kecil untuk naik rakit bambu dan menyusuri Sungai Yu Long.
Kami menikmati pertunjukan Cormorant Show, yaitu pertunjukkan nelayan menangkap ikan dengan menggunakan bantuan burung cormorant di Sungai Yu Long. Burung cormorant adalah burung air yang sekilas mirip pelikan, namun paruhnya pendek. Burung ini diikat di bagian pangkal lehernya sehingga ikan yang ditangkap burung ini tidak dapat ditelan. Nelayan kemudian mengambil ikan dengan cara memuntahkan ikan dari mulut burung cormorant menggunakan teknik tertentu.
Dulu cara tradisional ini mampu menyokong roda ekonomi Guilin. Nelayan-nelayan cormorant bisa mendapatkan 15 Kg ikan dengan cara ini. Namun kini, hanya ada 6 nelayan cormorant saja yang masih terampil mempraktekkan cara tradisional tersebut.
Seorang penyanyi wanita berdiri di atas rakit kemudian bernyanyi. Ini merupakan salah satu tradisi di Guilin yang berawal dari etnis Dong pada sebuah Folksong Festival yang diadakan setiap hari ketiga bulan ketujuh pada kalender Lunar.
Pada festival ini sekelompok pemuda dan pemudi saling berkenalan dengan menyanyikan lagu secara bersahut-sahutan. Si wanita kemudian bernyanyi yang intinya bertanya tentang nama, asal-usul, dan sebagainya kepada pria, kemudian si pria menjawab pertanyaan dengan bernyanyi juga.
Festival ini berlangsung selama 3 hari, kemudian pada hari ketiga, si wanita akan memberikan tantangan kepada pria untuk merebut bola keberuntungan. Bila bola ini berhasil didapat, maka si pria berhak menikahi wanita tersebut.
Wanita dengan pakaian tradisional lengkap dengan capingnya menyanyikan lagu seperti pada festival, dibantu dengan pengeras suara. Kemudian nyanyian ini disahut oleh seorang penyanyi wanita lain di rakit yang berbeda.
Tiba-tiba rakit bambu kami berhenti di suatu lapangan. Para bule kemudian turun dengan gembira menghampiri gerombolan kerbau. Oh, ternyata feeding the buffalo dan melihat sawah merupakan bagian dari atraksi tur ini.
Kami yang terbiasa melihat kerbau dan sawah di Indonesia cuma senyum dan geleng-geleng melihat bule-bule itu kegirangan menyodorkan rumput untuk dimakan kerbau. Jauh-jauh ke China kok cuma nonton kerbau dan sawah, gumam saya sambil tersenyum kecut..
Enaknyaaa… Pemandangan yang menyejukkan mata.
Ternyata, di China juga marak uang palsu. Baru tau saya…
inilah hebatnya china, kebopun bisa dijadikan tempat wisata
Awesome,
dari dulu pengen banget liat nelayan yang nyari ikan pake burung tsb. baru kesampaian nonton di tv kabel saja 🙁
gowo mulih wae kebone. trus didekekne mas heru langsat. 😛
ojo ngono Kang, kuwi mba Nila yo seneng og ndulang si Kebo Cino 😀
Hiya…kapan lagi poto berdua Kebo Cino 😛
Waaaaah….. Luar biasaaaaaaaaa…
be there soon…
amin amin amiiin^^
luar biasaaaaa…. be there soon, amiiin^^
hihihi.. kalau mau liat pegunungan karst ke parangtritis aja :p
penasaran sama penyanyi wanita di atas rakit, kira2 lagu yang dinyanyiin seperti apa ya??? heheheh
wah keren banget..
sementara ini, lansekap karst terindah yang pernah saya lihat baru yang di daerah tepus, kunung kidul. hehe..
btw berarti suatu saat di masa lalu daerah Guilin ini pernah terendam air laut ya, kang?
kayaknya ndak. Guilin itu ndak ada lautnya, dia hampir berada di tengah daratan China. 🙂
salam kenal 🙂
mau add facebook Agus Piranhamas / [email protected]
terlalu alam, terlalu indah !!!!!!!
*Gajebo mode on
Mas, paket cruise Li River yg diambil yg mana? Fasilitas apa aja? Saya ada plan ke Guilin minggu depan.
Thx
mantbs bro tapi be carefull uang palsunya saya tekor dan dapat oleh2 uang palsu segepok
Mas, dirimu musti ke Hakone, Jepang, pas musim gugur. Itu serasa melihat Gunung Fuji tenggelam di danau yg di cat warna oranye. Tapi memang waktunya harus tepat. Kecepetan, daun momijinya belum berubah jadi coklat. Kalo telat, bawaannya ujaaaaan berkabut melulu.
keren ,,
pasti pemandangan nya bagus2 dan udara nya sejuk.