Kampung Naga merupakan salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat istiadat leluhur, namun bisa hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain yang lebih modern.
Mengunjungi Kampung Naga memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat kehidupan sederhana dan bersahaja yang masih tetap lestari di tengah peradaban modern.
Hari Selasa, Rabu, dan Sabtu adalah hari pantangan bagi masyarakat Kampung Naga untuk membicarakan berbagai hal tentang tradisi mereka. Selain pada hari pantangan tersebut, kita bisa berinteraksi dengan mereka dengan lebih leluasa.
Kampung Naga secara administratif terletak di kampung Legok Dage, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Terletak persis di samping jalan raya Tasikmalaya-Garut dari rute Tasikmalaya-Bandung, membuat kampung ini mudah dicapai.
Untuk menuju ke sini bisa ditempuh dari 2 arah, dari Garut atau dari Tasikmalaya, karena kampung ini terletak di “tengah-tengah” perbatasan kedua kota, sekitar 30 km dari Tasikmalaya dan 26 km dari Garut.
Dari Jakarta, saya menuju Garut dengan menggunakan bus Primajasa dari Terminal Lebak Bulus dengan ongkos 35 ribu rupiah. Bila naik yang jurusan Tasikmalaya, ongkosnya 40 ribu rupiah.
Pertimbangan saya, dari Kampung Naga, saya akan meneruskan perjalanan ke Tasikmalaya, sehingga bila berangkat dari Garut lebih mangkus. Apalagi entah kenapa bus-bus jurusan Tasikmalaya yang biasanya pating tlecek di Terminal Lebak Bulus, saat itu tidak ada sama sekali.
Dari Terminal Guntur, Garut, saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan Elf (colt diesel) tujuan Garut-Tasikmalaya dengan ongkos 20 ribu rupiah. Perjalanan memakan waktu sekitar 1-2 jam tergantung kecepatan Elf (sering ngetem menunggu penumpang atau tidak). Ongkos dan waktu tempuh juga hampir sama jika menempuh dari Tasikmalaya.
Jika dari Bandung, gunakan minibus kecil jurusan Bandung-Tasikmalaya. Namun tanyakan dulu apakah bus tersebut melewati Kampung Naga atau tidak.
Jalan berkelok menyusuri bukit adalah jalur yang kami lewati. Saking penuhnya Elf, beberapa penumpang bahkan sampai duduk di atas atap Elf. Saya ndak bisa membayangkan gimana rasanya berada di atap ketika Elf menukik dan berkelok menyusuri tepian jurang.
Turun dari Elf, saya disambut oleh sebuah lapangan parkir beraspal dan gerbang bertuliskan “Selamat Datang di Kampung Naga”, serta sebuah tugu Kujang, senjata tradisional Sunda. Di seputaran tempat parkir sudah terdapat kios-kios penjual suvenir anyaman khas Tasikmalaya yang dibuat oleh penduduk Kampung Naga dan warung-warung makan.
Untuk menuju ke Kampung Naga, cukup sulit. Saya harus menuruni anak tangga dengan sudut yang curam, mencapai sekitar 45°. Walau anak tangga ini terbuat dari semen yang cukup bagus, bila tidak berhati-hati kita bisa saja terjatuh.
Apalagi tidak ada pagar yang bisa dipakai untuk pegangan, membuat pengunjung harus lebih berhati-hati.
Beberapa penduduk Kampung Naga tampak sedang mendaki naik untuk keluar dari Kampung Naga dan melakukan aktivitas di luar. Seorang bapak yang saya sapa bahkan sedang memanggul batu kali untuk dijual.
Separo perjalanan, dari jauh sudah terlihat deretan rumah berwarna putih beratap hitam menyembul dari kaki bukit dan sawah. Sungai Ciwulan dengan air deras berwarna kecoklatan yang mata airnya berasal dari Gunung Cikuray, Garut, mengapit desa.
Masyarakat Kampung Naga memang menggantungkan hidup dari pertanian dan sungai. Saya jadi teringat sejarah bahwa peradaban manusia lahir di lembah sungai.
Sebuah jalan semen nampak jelas menjadi jalan utama menuju gerbang masuk Kampung Naga.
Masyarakat Kampung Naga yang berjumlah sekitar 100 kepala keluarga ini begitu kuat menaati aturan dan adat istiadat yang berlaku. Aturan ini mencakup banyak hal, mulai dari waktu dan tata cara kehidupan hingga pola arsitektur serta kebudayaan.
Mereka sangat mempercayai hal-hal mistis sehingga ada lokasi-lokasi yang dikeramatkan, antara lain hutan adat yang terletak di sebelah barat di mana di sana terdapat makam para leluhur mereka.
Banyak versi yang menceritakan sejarah Kampung Naga, namun tidak ada catatan resmi karena dokumen-dokumen sejarah kampung ini musnah ketika serangan pemberontakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo.
Namun versi yang populer adalah pada masa kewalian Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang muridnya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah barat hingga mencapai daerah Neglasari (Kampung Naga sekarang).
Awalnya penduduk di sana memeluk agama Hindu yang berasal dari kerajaan Pajajaran, namun akhirnya memeluk agama Islam yang dibawa oleh Singaparana. Sembah Dalem Singaparana inilah yang kemudian menjadi leluhur dan sosok yang dihormati oleh masyarakat Kampung Naga.
Nama “Kampung Naga” sendiri diduga berasal dari kata “Kampung Nagawi”, yang kemudian lebih sering disebut dengan “Kampung Naga”.
Meski semua penduduk beragama Islam, namun tata cara peribadatan mereka berbeda dengan umat Islam pada umumnya. Misalnya, mereka melakukan sholat hanya pada hari Jumat. Juga beberapa hari besar agama Islam juga mereka terapkan yang diberi nama Hajat Sasih. Pengaruh Hindu masih kuat terasa.
Rumah-rumah panggung berderet rapi memanjang dari barat ke timur. Setiap rumah menghadap ke utara atau selatan. Setiap rumah harus terbuat dari kayu, dengan dinding dari anyaman bambu, beratap ijuk atau daun nipah, dan dikapur dengan warna putih.
Perabotan rumah tangga semacam kursi dan meja tidak diperkenankan, apalagi peralatan elektronik seperti televisi, radio dan sebagainya. Bahkan mereka menolak pemasangan listrik di kampung mereka.
Di depan rumah biasanya terdapat semacam teras atau serambi kecil yang digunakan untuk melakukan aktivitas dan berinteraksi dengan sesama penduduk. Ketika saya datang, saya melihat sekelompok warga sedang memilah-milah semacam tanaman akar (herbal) yang diambil dari kebun.
Saya tidak mengetahui secara pasti akar apa yang mereka ambil, karena mereka berbicara dalam bahasa Sunda yang saya sama sekali tidak mengerti. Saya hanya mengira-ira saja apa arti dari jawaban mereka ketika saya tanya.
Tanah liat dengan batu-batu yang disusun sedemikian rupa menjadi jalan dan tangga memberikan pengalaman menyusuri kampung menjadi lebih menarik. Menyelip di antara gang-gang sempit sembari menikmati kesunyian yang ditemani suara tongeret begitu menenangkan.
Mereka sepertinya sudah terbiasa dengan para wisatawan, sehingga mereka cenderung cuek dan tetap menjalani kehidupan seperti biasa ketika ada wisatawan yang berlalu-lalang di sekitarnya.
Menginap di kampung ini pun bisa, namun kita harus siap dengan segala konsekuensi, misalnya ketiadaan perabotan dan listrik yang biasanya menjadi keseharian kita plus kita harus mematuhi aturan dan pantangan yang berlaku.
Di setiap rumah tidak terdapat kamar mandi. Aktivitas MCK dilakukan di pemandian umum yang terdapat di bagian depan kampung yang dekat dengan sungai. Terdapat kolam-kolam di sekitar pemandian yang digunakan untuk beternak ikan. Kandang-kandang kambing dan sapi juga berada di depan sehingga tidak mengganggu perkampungan.
Di bagian paling atas terdapat sebuah lapangan dan masjid agung. Terdapat sebuah bedug unik yang terbuat dari sebatang kayu yang dilubangi tengahnya.
Selain dari pertanian, penduduk Kampung Naga juga membuat kerajinan anyam-anyaman dari akar-akar dan bambu untuk dijual. Banyak sekali produknya, antara lain tas, topi, gelang-gelang, kalung, hingga sandal.
Suvenir khas ini dijual di beberapa rumah dan bisa ditemukan di kios-kios suvenir di pelataran parkir. Saya tertarik dengan sebuah tas anyam-anyaman dari akar. Saya pun membelinya dengan harga 35 ribu rupiah di sebuah kios di samping masjid. Dengan membeli suvenir ini saya berharap bisa membantu ekonomi masyarakat lokal.
Di beberapa sudut saya melihat anak-anak sedang bermain dengan riang dengan menggunakan bola. Sementara di sudut lain saya melihat beberapa anak sedang belajar di teras rumah.
Karena tata letak rumah yang berundak di kaki lembah, saya sering menemukan ayam-ayam peliharaan penduduk sedang asyik nongkrong di atap rumah. Kandang-kandang ayam biasanya diletakkan di bagian bawah rumah.
Puas menikmati suasana, saya pun meninggalkan kampung ini. Saya dengan susah payah dan terengah-engah melahap tanjakan curam.
Penduduk yang dengan santai meniti sengked (anak tangga) terlihat senyum-senyum melihat tampang saya yang kelelahan ketika beristirahat sejenak.
Foto-foto lain bisa dilihat di halaman Flickr saya.
Kok tumben tanpa pose khasmu. ๐
teteup gak makai clana kuning kurang jelas keasliannya
apakah ada pantangan pake celana warna kuning di kampung naga? (unsure)
Di dekat kampung ada penginapan nggak?
nggak ada. nginepnya di kampung situ.
Warga disana bisa diajak ngobrol bahasa Indoensia toh? BTW, akulturasi Islam-Hindu itu mirip seperti di Kampung Pulo Cangkuang yah?
bisa berbahasa Indonesia. tapi sehari-hari mereka pake bahasa Sunda.
iya, Garut-Tasik itu kan masih satu daerah, kemungkinan penduduk di situ dulunya merupakan warga kerajaan Pajajaran/Galuh. ๐
baru inget, pepeng kayaknya dah pernah ke sini
Zam, aku juga wis pernah ke kampung naga. Ada 2 hal lucu yg sekilas tampaknya bikin mereka gak “ideologis” hehehe. Satu, sumber air dari PAM kan? Aku lihat instalalsi air warna biru gede2 di sana. Kedua, waktu ngobrol sama salah seorang warga, aku tanya: “Kok nggak boleh pakai listrik kenapa pak?” Kukira jawabannya akan: “Listrik itu merusak keaslian alam dsb blablabla…” Ternyata?? “Ini kan bangunan dari kayu dan ijuk semua Mas. Kalau ada korsleting listrik kan bahaya…”
Wuahahahahaha ๐
~pertama kali komen, walaupun mbiyen pernah buka tulisanmu tentang roti bentuk hape wagu kae hahaha (sing ngono2 kae meneh lah, aku seneng :))
bener kang. air bersih diambil dari perusahaan air minum. la air sungainya kotor kek gitu, mosok dipakai? he he he.
soal listrik, itu juga salah satu alasan. tapi ada alasan lain yg lebih ngeselin, “biar tidak terjadi kecemburuan sosial”.. he he he..
kalo mau yg bener-bener tradisional, di kampung Baduy, kang. ๐
di rumahnya ga ada kamar mandi?
kalo tengah malem kebelet gimana ya? kan susah mesti ke luar rumah gitu..
LOL. Bus emang gitu, klo pas gak butuh sliweran gak karuan, tapi pas kita mo naik se akan-akan jadi punah :p
Dengan kondisi kampung yang kayak gitu, gmana dengan pendidikan anak2 nya ya? (thinking)
ayooo bikin terus postingan kayak gini tuk menuntaskan dahaga akan perjengjengan ku yang sudah ketunda selama 3 tahun kang hehehehe
malam.
kunjungan perdana
salam hangat selalu
wah, seandainya punya uang cukup buat travelling! bakal enak juga kayakNa ntar, hehe. .
artikel yg menarik…. saya liat di tv perumahan Kampung Naga tertata dengan baik ya, apa bener tuh?
http://radioonlinestreaming.blogspot.com
wew.. makin mantep aja jalan2nya
blognya jg makin oke…
lanjutgan
ada sekolahan, tinggal naik ke atas udah bisa dengan mudah mengakses kota kecamatan terdekat.
jalan2 lagi nih? seru yah, aku pernah liat di tv ttg kampung naga. penasaran jadinya pengen kesana juga.
pengen ke sanaaaa…
bagus bgt ya…
jadi pingin kesana…
kapan ya? hehehe…
kampung naga ternyata ada juga di luar jakarta…..
ok nih…info…wah kampung naga ok yah, tp masalah kamar kecil????
Kita banyak tempat pariwisata ternyata, saya baru tau nih. Sepertinya promosi kurang ya dari pemerintah setempat, padahal lokasinya bagus amat.
wow! penduduk setempat cuma sholat hari jumat doang?
masuk ke kampung naga itu mesti ada izin dan ditarik biaya gak, kang?
nggak perlu. masuk-masuk aja.. kalo pake pemandu, baru bayar.. 50 rebu keknya.. ๐
masih di kampung naga? heheh
bis disini mo jalan kemana lagi
di share ya?
mantap neh, jadi pengen
nanti saya akan kesana. setelah punya mobil.
lha mabukan je…
*ngiderke kotak infak*
ayo ke suku-suku luar jawa.
*kendala paling besar ada di bahasa, suerr!
Mbok kulakan souvenir2nya yg banyak Zam, trus jual lagi disini :))
iso didadekno asset prospektif kuwi. Koyoke awakmu bakat dodolan ๐
mane ni bang, postingan baru nye, di update donk…
wahhh, wahh, seru kali yah tinggal – walaupun cuma sementara – di lingkungan yang asri kayak gitu. btw waktu itu kang zam ksana sendiri or bareng siapa gt, gak keluar banyak ongkos kan yah ksana??
hmm, nanya dikit dunk, itu bedugnya beneran cm kayu dilobangin? bunyinya gmana ya
niat awalnya sendirian. eh di last minutes ada temen ikut, ya udah berangkat berdua. soal ongkos sih relatif. ๐
bedugnya dari kayu dilobangi (jadi semacam selongsong gitu) terus ditutup dengan kulit kambing. ๐
Zam…maaf yah..edisi ini gak bisa ikutan..ditunggu next stori berikutnya ^_^
Duhh saya pengin sekali bisa sampai ke sini…
Apakah, selain hari pantangan tsb, kita bebas ke sini?
Makasih banget infonya, gambarnya, membuat semakin paham tentang kampung yang terkenal ini
wuih mantabs bener tuh kampung
btw,Hi salam kenal, just blogwalking doang. main dong ke blog saya
beragam info-info โMAUTโ dijamin KETAGIHAN โฆ!!!! ^_^
salam
Wah pengalaman yang mengagumkan, bisa belajar jadi backpaker donk..
Wah, nginep nya dikampung itu juga mas?
nanti kalo lagi banyak waktu senggang coba jalan-jalan ah ๐
Ass
saya adalah anak kuliah dari medan yg berencana ingin membuat study tour ke bandung khusus nya ke kampung naga…
duuuuh….
jadi gak sabar pengen kesana…. ๐
mw tanya donk….
apa2 aja pantangan2 di kampg.naga ya?
selain kampung naga, dimana lagy ya kampung yang masih kental tradisional nya?
thanks… ๐
sekilas info….selain kampung naga masih ad kampung pulo yang masih memegang teguh adat istiadat dari leluhur mereka, bahkan disana hanya ada 6 kepala keluarga yang tidak boleh ditambah dan dikurangi……………….
dulu,aku kira disana tribal bgt…ternyata ada yg lebih tribal….
di bali ada,namanya kampung penglipuran….dan disana lbh keren..lom ada tipi….hahhaha
blognya bagus. suka jalan2 ya? slm kenal.
thx
tanya donk…
klo ke kampung naga tuh rombongan perlu pake guide local ga? klo ada cp guide local nya boleh donk…:D
tq
meuny raos nya, arulin ka kampung naga, janteun kabita, akang
cara cepat ke kampung naga dari bandung rutenya mana???
………………..
PAZTI ASIK TUCH PARIWISATA KE KAMPUNG NAGA.
PA LAGI KALO SAMPAI NGINEP DI KAMPUNG NAGA PAZTI ASIK BANGET…………………….
EX : mr. x
yok ayoooo kesanaaaaaaaaa
wkwkwka… aku juga dah pernah kesini… seru seru asik buat foto foto.. tapi sayang ga sempat nginap.. hehe
Wah….. menarik sekali. Nampak asri, bersih dan aman tentram. Hem…. pengin ikutan neh mas… ๐
woow.. kampung naga keren sekali..
besok saya ke sana.
thx infonya. ^^
DSNA ASIIK SKLI,, TP CAPE BGD PAS NAIK TANGGA’A… SYNG DSNA GA ADA TMP PENGINAPAN’A…
Haloo Mas…!! Salam kenal, saya Ryo Martin Sitanggang.
Terimaksih untuk info dan tulisan ttg kampung naga, memang tempat ini sangat unik dan berbeda dengan daerah-daerah yg lain.
Saya kebetulan kerja di salah satu TV swasta di Jakarta, yg berkawasan di Jl. Kapten P tendean, Jakarta Selatan. Saya mau tanya mas….!! Akses menuju kampung naga ini bagaimana yah…?? Apakah ada penginapan dan perlu ada guide yg membawa kita?? Kita mau mengadakan liputan ke tempat ini, rencananya di pertengahan Agustus 2010 ini. Mungkin akan membawa sekitar 5 org crew.
Kalau tidak keberatan , bisa mas kasih infonya (atau sy bisa tanya-tanya lebih jauh, berhubung mas sdh kesana) by email [email protected] atau via mobile 081908198092.
Terimaksih banyak sebelumnya mas. Ryo.
Dari TransTV ya? ๐
Saya coba bantu ya. Kalo mau ke Kampung Naga, dari Jakarta naik mobil ke arah Garut, kemudian dari Garut dilanjutkan ke arah Tasikmalaya. Tanya saja ke orang-orang di Garut ke arah Kampung Naga.
Kalo dari Jakarta ke Tasikmalaya, jalurnya beda. Nanti dari Tasikmalaya menuju ke arah Garut. Kampung Naga berada di antara Garut dan Tasikmalaya.
Akses ke sini gampang. Gerbang kampung ini tepat terletak di pinggir jalan raya Garut-Tasikmalaya. Sekitar 1 jam perjalanan dari Garut ke Tasik dan sebaliknya.
Untuk masalah pemandu bisa langsung datang menghubungi petugas di gerbang pintu masuk. Maaf, saya ndak punya kontak nomornya, tapi seingat saya ada kok. Untuk menginap di kampung ini juga bisa bertanya ke petugas.
Salam, dan ditunggu liputannya. ๐
Wahhh…..langsung dibalas….!!Thank u mas, ^_^. Saya dri TRANS7.
Sip….Sip…!!
Ngomong-ngomong utk paragraf ke 3
“Hari Selasa, Rabu, dan Sabtu adalah hari pantangan bagi masyarakat Kampung Naga untuk membicarakan berbagai hal tentang tradisi mereka. Selain pada hari pantangan tersebut, kita bisa berinteraksi dengan mereka dengan lebih leluasa”
Apakah juga khusus di 3 hari ini ada kemungkinan tidak terbuka untuk liputan dari media mas?? Dan sebaiknya tidak berkunjung di hari ini…!!(maaf nih mas, jadi nanya lagi^_^)
Thanks.
Ini adalah CONTOH sebuah kampung yg PATUH ter hadap ATURAN ! dan rakyat Kampung ini bisa sejahtera karena kepatuhannya …Dengan kepatuhannya desa ini menjadi DESA TUJUAN WISATA otomatis UANG DATANG sendiri.Saya sudah sering ngomong bahwa semua desa di Indonesia diarahkan kepada DESA WISATA.Desa wisata akan tercipta dengan kepatuhan terhadap nilai2x dan karakter yg dipertahankan secara KUAT oleh warganya.Semua BUPATI harus bisa mengarahkan karena beliau ada Kekuasaan yg bisa mengatur dsb.Desa Wisata juga bisa didisain oleh Arsitek,dibantu warga desa tsb untuk MENDISAIN DESA WISATA tsb sesuai NILAI2x dan KARAKTER desa tsb.Saya yakin hanya dengan menciptakan desa wisata,maka warganya akan sejahtera,tidak perlu mengadu merantau ke Kota Besar.Otomatis Jakarta dll akan berkurang dari kepadatannya.Indonesia menjadi makmur….Ini baru dari 1 konsep wisata saja.Apalagi kalo menciptakan konsep lain.Bukan main !
asslm,
maaf nie mz pgn tnya bbrapa hal, wlaupun udah jauh gni. saya mahasiswi asal jogja pgn ngadain pnelitian d kampung naga mngenai fenomena bahasa dkmpung trsbt. Sy ingin mneliti ttg bhs inggris dkmpung trsbt dgn hubungan kmpung mrka sbgai objek wisata yg tntunya brhub dgn wisatawan asing. Apakah masyarakt sna mgkn mnerima dgn baik utk org2 yg brkunjung utk urusan research?
thanks sblmnya, dtunggu reply nya.
septi.
kalo utk bahasa Inggris kayaknya mereka nggak ngerti sama sekali. kalo utk menerima wisawatan, kampung mereka udah jadi kampung wisata, kok. ๐
wah mas,, kata siapa mereka ga ngerti b.inggris?
justru guide lokal yg asli penduduk kp. naga tu pintar berbahasa asing…
coba aja buktikan!!!!
hoo.. baru tau. soalnya saya tidak bercakap dan tidak bisa bahasa inggris.. ๐ thanks for de info.
ass..
mau nanya mas, kalo ke kampung naga dengan rombongan disana ada guide nya ga mas, terus gimana cara menghubungi
ditunggu infonya..thank’s
untuk datang ke kampung naga bisa dengan rombongan dan guide sudah tersedia disana, ketika mobil rombongan masuk parkiran biasanya akan di datangi oleh guide yang berpakaian khas dan notabene adalah penduduk kampung naga, jangan salah mereka [para guide] sudah bisa berbahasa inggris,banyak ko warga asing yang berlibur ke sana, karena kampung naga sudah masuk dalam paket wisata mereka
kampung nya endah banget.
pengen nyoba datang ke sana.
mas klo nginep disana dimana yah?
kayanya mending kesini deh untuk traveling mah…….
wew
Wow, asyik juga ya ke sana. Sebenarnya warga kampung naga itu modern sebab hidupnya teratur, patuh adat (hukum) dan tidak mencampuri urusan orang lain, dan orang2 di luar termasuk orang2 yg ngaku orang kota atau orang terdidik itu yg primitif, terasing atau mungkin terpencil.
Koreksi buat Matriphe, kampung naga adalah kampung adat bukan kampung wisata,yg masih memegang teguh adat karuhun yg menjadi tujuan wisata di kab Tasikmalaya
Sampurasun….Buat temen” yg mau berkunjung ke kampung naga, baik perorangan atau rombongan bisa menghubungi no kontak kang Tatang 085846876699, beliau adalah putra asli kampung naga merangkap sebagai guide. Kalau yg mau nginap..bisa nyari penginapan di daerah singaparna-tasikmalaya yg berjarak 10 km
mas bisa minta nomornya mas ngga?
saya mau minta info lebih jelas, dan siapa tau mas bisa jadi guide saya kesana,,bisa kirim via email no tlpnya
makasi banyak
ass. .
Mas bleh tanya2 gmana sjarh ea.kampung naga+apakah mash ada pningalan2 jaman dlu& pninggaln brsejarh. ,
Sya uga pernah dtang k kampung naga dan brbincang2 dngan pak lebe.yg brnama pak ateng..v syang kurang bngtu d jelasin..
asalamu’alaikum.. :)
Om boleh tanya ? saya siswi SMA yang dapat tugas untuk mengetahui sejarah kampung naga :)
Apa saja aturan2 yang harus dipatuhi ketika upacara adat di bulan mulud ?? minta jawabanhhya ya om :)